TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan Anggota Tim Pencari Fakta kasus Munir, Usman Hamid berharap dokumen yang dibocorkan WikiLeaks dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat terkait kasus pembunuhan Munir. "Dokumen ini membuka fakta yang selama ini ditutup-tutupi kepada masyarakat," ujar Usman saat dihubungi Tempo, Ahad 19 Desember 2010. Ia juga meyakini kebenaran isi dokumen yang dibocorkan Situs WikilLeaks. "Dokumen ini sulit dibantah faktanya."
Fakta itu, menurut Usman sama dengan temuan TPF saat menelusuri pembunuhan Munir. Temuan itu adalah, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) saat itu, Hendropriyono pernah memimpin rapat perencanaan pembunuhan Munir diawal tahun 2004. Menurutnya, TPF memiliki bukti kuat terkait rapat itu. "Kami punya notulensi rapatnya," ujar Usman. Notulensi itu didapat TPF dari seseorang yang juga mengikuti rapat itu.
Namun, notulensi tersebut diakui Usman bukan sebagai notulensi rapat resmi. "Notulensi resminya disimpan BIN." TPF, menurut Usman, pernah meminta dokumen tersebut kepada BIN, namun hal ini ditolak dengan alasan rahasia negara. "Padahal saat itu kita belum punya klasifikasi apa itu rahasia negara," tutur aktivis Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) ini.
Masalah notulensi rapat itu sebenarnya pernah dimediasikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Waktu itu kami sepakat bahwa dokumen itu akan dibuka," katanya. Namun, kenyataannya BIN tak pernah mau memberikan dokumen itu. Malahan, BIN memberikan dokumen yang tidak diminta TPF. "Inikan lucu, yang kami minta tidak dikasih, malah kami dikasih yang tidak terkait sama sekali."
Sebelumnya, WikiLeaks membocorkan laporan kawat Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Dalam laporan itu tertuang informasi bahwa Diplomat Amerika percaya Badan Intelijen Negara (BIN) menyiapkan banyak skenario pembunuhan untuk aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib. Laporan kawat yang dikirim pada April 2007 itu diperoleh kantor berita The Sydney Morning Herald dari WikiLeaks.
Pada laporan tersebut dikatakan bahwa diplomat Amerika di Jakarta mendapat penjelasan kasus Munir dari keterangan beberapa pejabat tinggi Kepolisian RI. "BIN punya berbagai skenario pembunuhan, termasuk menggunakan penembak jitu, peledakan mobil, dan bahkan ilmu hitam," kata kawat itu. Namun, "Berbagai usaha itu gagal sebelum Munir diracun dalam perjalanan ke Amsterdam pada Oktober 2004."
Laporan tersebut juga menjelaskan kepada Washington bahwa diplomat Amerika di Jakarta ragu Indonesia bakal mengadili "dalang" di balik salah satu skandal terbesar di Indonesia itu. Keraguan pejabat Kedutaan Amerika di Jakarta itu berdasarkan pengakuan seorang pejabat kepolisian Indonesia yang menyebutkan dugaan "keterlibatan tingkat tinggi" dalam pembunuhan tersebut.
Pada saat terjadi pembunuhan Munir, Kepala BIN dijabat oleh Hendropriyono. Hendro sempat diperiksa dalam kasus tersebut tapi ia tak dituntut sebagai terdakwa. Hendro sendiri selalu membantah dirinya terlibat pembunuhan Munir. Seperti dikutip Tempointeraktif.com edisi 7 Juni 2005, Ia mengatakan, "Saya merasa tak tersangkut. Yang tahu hanya Allah."
FEBRIYAN