TEMPO Interaktif, Kupang - Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni kembali mengingatkan Pemerintah Australia agar bertanggungjawab atas tumpahan minyak di Laut Timor akibat meledaknya ladang Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009 silam.
Alasannya, kata Ferdi, dalam rekomendasi yang dikeluarkan Komisi Penyelidikan Montara, disebutkan juga bahwa Pemerintah Australia Utara dipersalahkan karena mengeluarkan izin operasi ladang minyak Montara kepada PTTEP Australasia.
Izin itu dikeluarkan namun tidak diikuti dengan pengawasan ketat sesuai peraturan perundangan yang berlaku di Australia. Akibatnya terjadi kebocoran yang mencemari laut Timor. "Komisi penyelidik Montara juga mempersalahkan Australia, akibat pencemaran yang melanda laut Timor," katanya di Kupang, Rabu (1/12).
Menurut dia, YPTB telah menyurati Ketua Menteri Australia Utara, Paul Henderson guna meminta dukungan Pemerintah Australia Utara terhadap klaim penelitian yang telah disampaikan YPTB kepada Perdana Menteri Julia Gillard dan PTTEP Australasia.
Namun, surat tersebut ditanggapi Menteri Perikanan dan Sumber Daya Australia Utara, Konstantine Vatskalis bahwa berhubung urusan ini berkaitan dengan masalah internasional, maka sudah merupakan kewenangan Pemerintah Federal untuk menanggapinya.
Dengan tanggapan itu, lanjutnya, maka YPTB menyurati Konstantine Vatskalis bahwa Pemerintah Australia Utara sebagai regulator dan yang memberikan izin operasi bagi PTTEP Australasia harus juga turut bertanggungjawab atas pencemaran yang terjadi di perairan Indonesia.
Walaupun hasil penelitian yang dikeluarkan tim peneliti dan komisi penyilidik montara tidak secara terus terang menyebutkan laut Timor tercemar minyak Montara. Namun, Ia meminta Pemerintah Australia Utara untuk menunjukkan ketulusannya dalam membantu menyelesaikan masalah pencemaran Laut Timor ini.
"Australia Utara harus tulus membantu Indonesia untuk menyelesaikan pencemaran di Laut Timor," katanya.
Akibat tumpahan minyak yang mencemari laut Timor ini pemerintah Republik Indonesia menghitung kerugian untuk negara ini mencapai Rp 10 triliun.
YOHANES SEO