TEMPO Interaktif, Jakarta - Bekas Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra merasa telah menjadi bulan-bulanan para pejabat Kejaksaan Agung. “Saya menjadi korban orang yang bersaing untuk jabatan Jaksa Agung. Saya tidak mau ikut-ikutan dan terus jadi korban ambisi orang,” kata Yusril kepada Tempo, melalui sambungan telepon, Sabtu 13 November 2010. Penilaian Yusril ini terkait kasus proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Kementerian Hukum dan HAM yang tengah ditangani Kejaksaan Agung.
Pada Kamis, 11 November 2010 lalu, Yusril yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut, menyerahkan sejumlah dokumen kepada jaksa penyidik di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. Dokumen itu untuk meringankan tuduhan korupsi yang ditujukan kepadanya.
Namun menanggapi dokumen yang diserahkan Yusril itu, pendapat dari pejabat Kejaksaan Agung terbelah. Jaksa Agung Darmono menganggap berkas Yusril tak lagi diperlukan dalam tahap penyidikan. “Karena penyidikan telah usai,” kata Darmono, usai Shalat Jumat, 12 November 2010 di kantornya. Sementara di tempat terpisah, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Muhammad Amari malah menyambut baik dokumen Yusril tersebut. Menurut Amari, seperti yang telah dikutip sejumlah media, dokumen itu bisa membantu jaksa penyidik memperoleh kebenaran materil.
Menanggapi perbedaan pendapat itu, Yusril menilai Darmono belum membaca dokumen miliknya. “Dia bicara tanpa membaca dulu,” ujarnya. Mantan menteri ini membenarkan pernyataan Amari. “Sikap Amari lebih benar dari pada Darmono.” Alasannya, hingga saat ini berkas penyidikan kasus Sisminbakum belum lengkap atau P21, sehingga Yusril masih bisa menyerahkan dokumen yang dapat meringankan dirinya.
Dalam dokumen Yusril, dijelaskan bila pelaksanaan Sisminbakum baru terjadi 1 Maret 2001, di masa Menteri Kehakiman dan HAM Baharudin Lopa. Pada masanya, Yusril membentuk Sisminbakum berdasar Keputusan Menteri tertanggal 4 Oktober 2000. “Saya bertindak sebagai law maker dalam membuat Kepmen itu,” ujar dia.
Selanjutnya, penerbitan Keputusan Menteri bulan Januari 2001 merupakan tindak lanjut Letter of Intent Pemerintah Indonesia kepada IMF tertanggal 17 Mei 2000. Surat itu menegaskan komitmen pemerintah menyelesaikan aturan pendaftaran perseroan selama satu tahun, sesuai permintaan IMF. ”Karenanya satu tahun pertama saya sibuk dengan pengaturan pendaftaran perseroan,” kata Yusril.
CORNILA DESYANA