Mereka cenderung masa bodoh karena perkara itu bukan kewenangan jaksa daerah. “Itu bisa dipahami karena selama ini penanganan kasus pelanggaran HAM ada di Kejaksaan Agung,” kata Farid Haryanto saat mengisi sosialisasi penanganan kasus HAM di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Rabu (10/11).
Farid mengatakan, sesuai Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000, semua kasus pelanggaran HAM berat diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan disidik oleh Kejaksaan Agung. Semestinya, para jaksa di daerah juga harus siap bekerja dengan alur penyidikan kasus penanganan kasus HAM jika sewaktu-waktu dipindah ke Kejaksaan Agung. “Seperti tentang tata cara alur perkara, pengangkatan jaksa Ad-Hoc dari unsur pemerintah dan luar,” katanya.
Saat ini, Kejaksaan Agung tengah menangani sejumlah kasus pelanggaran HAM yang sudah selesai diselidiki oleh Komnas HAM seperti kasus Talangsari dan terbunuhnya mahasiswa pada kasus Trisakti. Hanya saja, kasus itu mandek karena hingga saat ini Dewan Perwakilan Rakyat belum juga mengusulkan pembentukan pengadilan Ad-Hoc. “Penyidikan menjadi mandek. Penyitaan dan pemanggilan paksa harus melalui pengadilan Ad-hoc itu. Selama belum ada lembaga itu, buat apa penyidikan berjalan,” katanya.
Kejaksaan Agung, kata dia, selalu berkomitmen menuntaskan semua kasus pelanggaran HAM yang telah dilimpahkan oleh Komnas HAM. Jika sudah masuk ke DPR RI, kasus hukum seperti pelanggaran HAM berat itu menjadi kental nuansa politis. “Sekarang tinggal kemauan politik legislatif. Mau menyelesaikan persoalan bangsa ini apa tidak,” katanya.
Nurochman Arrazie