TEMPO Interaktif, Lampung - Rencana pembongkaran Pasar Unit II Kabupaten Tulangbawang membuat ribuan pedagang ketakutan. Di malam hari ratusan pedagang berjaga-jaga untuk mengantisipasi isu pasar yang akan dibakar oleh massa.
“Dari pagi hingga malam hari puluhan preman bayaran hilir mudik di depan pasar. Mereka mengintimidasi kami,” kata Eva Gultom, salah seorang pedagang, Sabtu (06/11).
Kondisi bertambah mencekam setelah PT Prabu Artha, pengembang yang akan merenovasi pasar, memagari seluruh pasar dengan seng. Pembeli yang hendak masuk ke pasar menjadi kesulitan dan tidak bisa membeli barang dalam jumlah banyak. Jika dibiarkan, pedagang khawatir akan terjadi bentrokan massa antara pedagang dan preman sewaan.
Eva berharap Pemerintah Kabupaten Tulangbawang taat hukum dengan membatalkan rencana pemugaran pasar. Pemerintah, kata dia, seharusnya mengajak pedagang membahas nasib pedagang saat pasar diruntuhkan, harga kios dan penampungan sementara. “Bagaimana dengan kami yang masih memiliki Hak Guna Bangunan hingga 2024. Bupati harus menghargai itu,” katanya.
Terlebih saat ini para pedagang mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Tulangbawang. Mereka menggugat Bupati Tulangbawang, pengembang dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tulangbawang. Ketiganya digugat karena telah melakukan tindakan melawan hukum yang berakibat merugikan ribuan pedagang.
Akibat pemagaran dan intimidasi preman bayaran di Pasar Unit II, omset pedagang turun hingga 75 persen. Mereka mengatakan banyak pembeli beranggapan pasar telah ditutup sehingga enggan datang. “Belum lagi pemasok barang untuk para pedagang. Mereka tidak mau ambil risiko dan memilih menghentikan pasokan,” kata Joko, salah seorang pedagang.
Rencananya, Pemerintah Kabupaten Tulangbawang akan meratakan pasar terbesar di daerah itu pada 10 November nanti. Pasar itu akan dibangun pasar modern dengan konsep mal. Rencana itu ditentang oleh pedagang karena sebanyak 1.274 pedangan masih memiliki Hak Guna Bangungan hingga 2024.
Para pedagang juga meminta Pemkab Tulangbawang mengkaji ulang penunjukkan langsung PT Prabu Artha yang dimiliki Ferry Sulistyo alias Alay. Perusahaan itu, kata pedagang, banyak meninggalkan masalah jika merenovasi pasar. “Lihat saja tiga pasar yang mereka bangun di Bandar Lampung semuanya bermasalah. Dia juga meninggalkan masalah yang sama di Sumatera Selatan. Rekam jejaknya buruk dalam membangun pasar,” katanya.
Sementara itu DPRD Lampung meminta Pemerintah Kabupaten Tulangbawang menghargai hak pedagang dan menghentikan sementara proses pembangunan karena ada upaya hukum dari pedagang. Selain itu, DPRD Lampung juga menemukan HGB yang dimiliki pedagang sah. “Hentikan intimidasi, aktivitas pembangunan dan biarkan pedagang berjualan seperti biasa hingga pembicaraan selesai,” kata Khamamik, salah seorang anggota DPRD Lampung.
NUROCHMAN ARRAZIE