TEMPO Interaktif, BLITAR - Ketua Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) Blitar Muhammad Triyanto, Rabu (3/11), mendesak Kepolisian Resor setempat menangkap Bupati Blitar Herry Noegroho karena dituding terlibat dalam kasus pungutan liar pengurusan sertifikat tanah di sejumlah kecamatan.
Triyanto mengatakan kasus penyimpangan program sertifikasi massal atau ajudikasi tersebut berlangsung di Kecamatan Garum dan Kecamatan Talun. Program yang diluncurkan pada tahun 2005 tersebut membidik masyarakat desa agar terbebas dari biaya pengurusan sertifikat. “Program ini didanai oleh pemerintah pusat,” kata Triyanto kepada Tempo.
Pelaksanaan program tersebut diatur oleh Pemerintah Kabupaten Blitar melalui Surat Keputusan Bupati No X.710/20/469.206/2006. Salah satu klausulnya memperbolehkan perangkat pemerintah melakukan pungutan sebesar Rp 195.000 per bidang tanah.
Surat Keputusan itulah, yang menurut Triyanto, dipergunakan sebagai dasar hukum oleh perangkat kelurahan dan kecamatan untuk melakukan pungutan kepada pemohon surat tanah. Padahal pemerintah pusat telah menggratiskan biaya pengurusan sertifikat mulai pengukuran hingga terbit. “Harusnya Bupati turut diperiksa dan ditahan karena mengeluarkan SK tersebut,” ujar Triyanto.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Blitar Ajun Komisaris Polisi Edy Herwianto mengatakan, masih menyelidiki kasus tersebut. Hingga saat ini polisi telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah mantan Kepala Bagian Tata Pemerintahan Pemkab Blitar Agus Pramono, mantan Camat Garum Basuki Rachmat, Kepala Desa Bence, Kecamatan Garum Ahmad Syaichu, dan mantan Kepala Desa Jambewangi, Kecamatan Talun Edy Muchlison yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blitar.
Agus Pramono diduga menerima dana pungutan sebesar Rp 10,5 juta, Basuki Rachmat Rp 15 juta, dan Achmad Syaichu Rp 5 juta. Polisi juga telah menjebloskan Agus Pramono ke Lembaga Pemasyarakatan klas II B Blitar sambil menunggu putusan pengadilan. “Kami akan menyelidiki kasus ini secara profesional,” tutur Edy Herwianto.
Disinggung keterlibatan Bupati Herry Noegroho, Edy mengaku belum menemukan indikasi tersebut. Menurut dia, perbuatan pungli yang dilakukan para tersangka terjadi pada tahun 2005. Sedangkan SK Bupati yang mengijinkan melakukan pungutan diterbitkan pada tahun 2006. “Jadi tidak terkait sama sekali,” ucap Edy.
Bupati Blitar Herry Noegroho melalui Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Blitar Wiyakto menegaskan, bupati tidak bisa disangkutpautkan dengan kasus tersebut. Menurut dia, SK Bupati terbit setelah pungutan liar terjadi. "SK itu tidak bisa berlaku surut," paparnya. Wiyakto juga meminta semua pihak bersikap proporsional menyikapi kasus tersebut. HARI TRI WASONO.