TEMPO Interaktif, Tulungagung – Sejarawan Tulungagung mengecam sikap pemerintah daerah setempat yang menelantarkan lokasi penemuan manusia pertama Homo Wajakensis. Lokasi tersebut diduga telah rusak akibat pembangunan pemukiman penduduk.
Ketua Tim Kajian Sejarah Sosial dan Budaya Tulungagung Triyono mengatakan hingga kini masyarakat tidak mengetahui secara persis lokasi penemuan fosil Homo Wajakensis. Mereka hanya mengetahui jika sejarah peradaban manusia itu ditemukan di Desa Cerme, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung. “Tak ada petunjuk sama sekali,” kata Triyono kepada Tempo, Jumat (22/10).
Kondisi ini sangat disesalkan mengingat nilai sejarah fosil yang sangat tak ternilai. Pemerintah daerah justru terkesan membiarkan lokasi penemuan tersebut terbengkalai tanpa ada upaya observasi sama sekali.
Nurcholis, mantan Kepala Bidang Sejarah Dinas Pariwisata Tulungagung yang sempat melakukan riset atas benda-benda cagar budaya menyampaikan hal yang sama. Beberapa kali usulannya untuk melakukan riset dan penelusuran sejarah ditolak Bupati Tulungagung Heru Nugroho dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat.
“Buat apa mengurusi masa lalu, yang penting bagaimana mengelola masa depan,” kata Nurcholis menirukan penolakan parlemen.
Menurut dia, lokasi penemuan fosil tersebut kini telah berubah menjadi permukiman penduduk. Bangunan yang didirikan secara sporadis itu telah menutupi sejarah penemuan manusia purba dan menyulitkan upaya eskavasi. “Harus menggusur semua rumah lebih dulu,” katanya.
Dia berharap ada lembaga yang tergerak melakukan pelacakan kembali sejarah tersebut untuk ilmu pengetahuan. Setidaknya pemerintah bisa membangun tugu atau penanda di lokasi penemuan Homo Wajakensis agar bisa dikenali dengan mudah.
Kepala Bagian Humas Pemkab Tulungagung Mariani mengaku belum mengetahui konsep pengelolaan cagar budaya yang disusun Dinas Pariwisata, khususnya menyangkut Homo Wajakensis. “Akan saya tanyakan dulu,” katanya.
HARI TRI WASONO