“Honor yang kami terima jauh dari upah buruh,” ujar Ketua AKAD Bojonegoro, Syarif Usman, saat menyampaikan keluhannya ke Komisi A (Hukum dan Pemerintahan) DPRD Bojonegoro, Senin, (18/10) siang.
Selama ini besaran UMK Bojonegoro Rp 840 ribu perbulannya. Jumlah ini dirasa jauh dari honor yang diterima Kepala Desa hanya sebesar Rp 250 ribu perbulan. Sedangkan honor perangkat desa lain seperti jabatan Kamutiwo, Kesra, dan sejenisnya cuma Rp 157 ribu perbulannya.
Syarif membenarkan bahwa kepala desa dan perangakat desa juga menerima insentif lain dalam bentuk hak menggarap tanah bengkok selama 8 tahun, sesuai jabatan kepala Desa. Namun, kata dia, uang dari hasil sewa/menggarap tanah bengkok itu habis untuk biaya operasional kepala desa. “Ada tambahan penghasilan, tetapi ya tetap saja kurang,” katanya.
Kepala Desa Sraturejo, Kecamatan Baureno, Bojonegoro mengatakan, bahwa dirinya mendapat bengkok tanah seluas enam hektare. Diakui, bahwa tanah tersebut diakui dikelola untuk tambahan operasional jabatan sebagai Kepala Desa.
Anggota Komisi A, Sigit, berjanji akan memperjuangkan kenaikan honor yang dituntut Asosiasi Kepala Desa di Bojonegoro. Dikatakannya, adalah hak para perangkat desa meminta kenaikan honor.
Menurut Sigit, honor para kepala desa berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang kemudian disalurkan lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Besarannya, diseragamkan, tak terkecuali desa-desa yang pendapatannya minim seperti di beberapa desa di Kecamatan Purwosari dan Bubulan. “Tetapi yang daerahnya minus, ada tambahan,” katanya.
Sujatmiko