Hal tersebut disampaikan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, TM Zulfikar, Senin (4/10), di Banda Aceh. Menurutnya, kondisi hutan Seulawah saat ini memang sangat buruk. Setiap pelintas yang melewati jalan Banda Aceh-Medan, dapat melihat daerah Seulawah itu dirambah. Bahkan secara terang-terangan perambahan terjadi persis di pinggir jalan raya.
Walhi Aceh terus mengingatkan pihak terkait guna memastikan proses penyelamatan lingkungan hidup bisa tercapai terutama dalam sektor kehutanan. "Persoalan-persoalan kehutanan harus didiskusikan bersama. Apalagi di tingkat nasional, Menteri Kehutanan sudah setuju hutan Aceh menjadi stressing hutan Indonesia," katanya.
Sementara itu, Ir Fakhruddin Panglima Polem, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Provinsi Aceh, berencana membuat pagar pembatas Taman Hutan agar pengelolaan dapat dilaksanakan dengan baik. "Dinas telah berupaya untuk melindungi Tahura tersebut dengan berbagai program di antaranya pembuatan pagar kawat. Pagar ini maksudnya bukan supaya masyarakat tidak bisa melewati kawasan itu tapi untuk memperjelas batas kawasan," ujarnya.
Hanya sayangnya pembuatan pagar tersebut sepertinya mendapat gangguan dari oknum-oknum tertentu. "Patok pembatas banyak yang dicabuti, sehingga menghambat pembuatan," katanya.
Pemasangan kawat pembatas direncanakan sepanjang 10,2 kilometer. Saat ini, pihaknya sedang mensosialiasi kepada masyarakat tentang perlunya menjaga Taman Hutan Raya Cut Nyak Dhien.
Banyak rumah-rumah non permanen yang berdiri di dalam Taman Hutan Raya tersebut. Masyarakat membuat kebun dan ladang di tengah Taman Hutan. Padahal daerah ini dulunya sama sekali tidak berpenghuni. Pasca konflik, perambahan semakin dalam ke daerah tersebut.
Taman Hutan Raua Cut Nyak Dhien terletak di Saree Kabupaten Aceh Besar dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 1/Kpts-II/1998 Tanggal 5 Januari 1998. Selanjutnya ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.95 /Kpts-II/2001 Tanggal 15 Maret 2001.
ADI WARSIDI