TEMPO Interaktif, Jakarta - Nahdlatul Ulama menyatakan larangan mensalatkan jasad koruptor sebenarnya tak berlaku bagi semua muslim. Larangan tersebut hanya berlaku bagi pemimpin agama, yakni ulama dan kyai.
“Para ulama sebaiknya tidak ikut. Cukup keluarganya saja,” kata Sekretaris Jenderal Katib Am Nahdlatul Ulama Malik Madany saat dihubungi, Kamis (19/8).
Menurut Malik, di Nahdlatul Ulama larangan mensalatkan koruptor oleh kyai telah jadi keputusan musyawarah nasional. Tujuannya, kata dia, sebagai sanksi sosial kepada keluarga almarhum.
Malik menjelaskan, di sejumlah tempat yang warna islamnya kental, tak ikut sertanya pemimpin umat mensalatkan jenazah merupakan pukulan tersendiri bagi keluarga. “Keluarga bisa malu kalau kyai tak ikut mensalatkan,” ujar Malik.
Keputusan tersebut, Malik menambahkan, bukan diambil tanpa dasar kuat. Para ulama Nahdlatul Ulama meniru Nabi Muhammad yang enggan ikut mensalatkan salah seorang sahabatnya yang wafat dalam perang Khoibar.
Saat itu, kata Malik, nabi mengetahui bahwa sahabat tersebut menggelapkan harta rampasan perang atau ghulul. “Ghulul itu korupsi dalam pengertian sekarang,” ujarnya.
Nabi, kata dia, akhirnya menyuruh para sahabat mensalatkan almarhum tapi dirinya tak ikut salat.
Seusai salat, Malik melanjutkan, begitu saku almarhum diperiksa, ditemukan manik-manik seharga dua dirham yang berasal dari rampasan perang. “Bahkan karena mencuri dua dirham saja nabi tak mau mensalatkan,” ujarnya.
ANTON SEPTIAN
BERITA TERPOPULER LAINNYA:
Teori Lubang Hitam Diragukan Setelah Penemuan Gugusan Mega Bintang
NU-Muhammadiyah Sepakat Koruptor itu Kafir
Induk Umat Manusia Hidup 200 Ribu Tahun Lalu
MUI: Yang Menentukan Kafir Itu Allah, Bukan Orang