"Aulia Pohan dapat remisi umum tiga bulan," ujar Direktur Registrasi dan Statistik Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rachmat Priyo, di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang, Banten, kemarin. Jika ditambah pengurangan hukuman dari dua tahun masa hukuman yang telah dijalani, Rachmat melanjutkan, total remisi yang diterima Aulia telah mencapai enam bulan. "Itu ditambah remisi dari dua tahun masa tahanannya," katanya.
Aulia diadili bersama Bun Bunan Hutapea, Maman Soemantri, dan Aslim Tadjudin dalam kasus dugaan korupsi penyelewengan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia sebesar Rp 100 miliar pada 2003. Aulia divonis 4 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada pertengahan Juni tahun lalu. Selanjutnya, dalam putusan banding September 2009, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengkorting hukumannya menjadi empat tahun penjara. Lalu, pada Maret lalu, melalui kasasi di Mahkamah Agung, hukumannya dikurangi sehingga menjadi tiga tahun penjara.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiyono menambahkan, Aulia Pohan baru bisa mendapat remisi setelah menjalani sepertiga masa hukumannya. Hal itu lantaran nilai kerugian akibat tindakan korupsinya di atas Rp 1 miliar. "Jika korupsinya di bawah Rp 1 miliar, maka seperti napi biasa, ia memperoleh remisi setelah menjalani enam bulan masa tahanan," katanya.
Hal senada diungkapkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, Jumat lalu. Menurut dia, narapidana teroris, korupsi, narkotik, dan illegal logging baru bisa menerima remisi jika sudah menjalani sepertiga dari masa hukumannya. Selain Aulia, puluhan narapidana koruptor kemarin mendapat remisi, 22 di antaranya yang ditahan di penjara Sukamiskin, Bandung.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho mempertanyakan remisi enam bulan yang sudah diterima Aulia. Berdasar hitungan dia, Aulia ditahan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sejak 28 November 2008, kemudian divonis tiga tahun penjara oleh putusan kasasi Mahkamah Agung. Dengan begitu, menurut Emerson, Aulia belum genap menjalani masa hukumannya selama 21 bulan.
“Ini janggal dan kontroversial bila dikaitkan dengan ketentuan bahwa remisi bagi koruptor baru bisa diberikan setelah ia menjalani sepertiga masa hukumannya,” katanya kepada Tempo kemarin. Emerson menduga ada perlakuan istimewa bagi besan Presiden itu. “Ada diskriminasi antara Aulia dan narapidana yang lain,” katanya.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, remisi merupakan hak setiap terpidana. Namun, dalam memberikan remisi tersebut, Menteri Hukum harus mempertimbangkan perasaan masyarakat, apalagi bila narapidana tersebut telah melakukan kejahatan berat. “Misalnya, bila narapidana tindak pidana ringan mendapat remisi tiga bulan, maka koruptor mendapat remisi satu bulan,” ujarnya.
MAHARDIKA SATRIA | AYU CIPTA | FEBRIYAN | CORNILA DESYANA | DWI WIYANA