TEMPO Interaktif, Pacitan – Puluhan warga Dusun Godeg Wetan dan Godeg Kulon, Desa Jetak, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, menggelar demonstrasi menghadang eksekusi lahan Jalur Lintas Selatan (JLS) di desa setempat, Senin (9/8).
Warga menuntut adanya keseragaman dan transparansi nilai ganti rugi tanah dan segala tanaman di lahan yang masuk dalam proyek JLS. Di dua dusun itu terdapat 54 kepala keluarga (KK) yang hingga kini masih belum menyepakati nilai ganti rugi lahan sepanjang 2,8 kilometer.
“Kami siap mati untuk mempertahankan lahan yang jadi hak kami,” ujar Sudarno, salah satu warga setempat. Menurutnya, warga sebenarnya mendukung keberadaan JLS namun mereka menilai Pemerintah Kabupaten Pacitan tidak transparan dalam menunjukkan bukti proses pembebasan lahan hingga besarnya nilai ganti rugi yang berbeda-beda tiap warga dan tiap wilayah yang masuk dalam lahan proyek pembangunan JLS.
“Warga ingin tahu dokumen pengukuran, kwitansi, dan lain sebagainya agar bisa diketahui seberapa luas lahan yang terkena proyek. Kita sudah mengajukan permohonan tertulis tapi Pemkab tidak menanggapi,” ungkapnya.
Warga menilai sikap pemkab tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Kami ingin tahu proses dan bukti-buktinya untuk dipelajari. Keterbukaan ini kan sesuai undang-undang,” jelas Sudarno.
Pemkab telah beberapa kali mengeluarkan perintah eksekusi dan deadline bagi warga yakni tanggal 22 Januari 2010 dan 31 Juli-4 Agustus 2010 serta 5-7 Agustus untuk mengosongkan lahan.
Hal senada diungkapkan warga lain, Muhammad Ali. Menurutnya, permasalahan
timbul karena warga menginginkan adanya keseragaman harga tanah. “Sebab antara warga yang satu dengan lainnya nilai ganti rugi per meter tidak sama. Ada yang dihargai Rp 30 ribu dan Rp 15 ribu,” ungkapnya.
Menurutnya, tanaman-tanaman produktif milik warga setempat juga tidak diganti rugi. Padahal, di kecamatan lain, tanaman produktif juga mendapat ganti rugi selain tanahnya. Seperti yang terjadi di Desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo, satu batang pohon kelapa dihargai Rp 100 ribu. “Di sini ada ratusan batang kelapa. Janjinya dulu mau diganti rugi tapi hingga sekarang tidak diganti rugi,” tegasnya.
Dalam aksinya, warga juga sempat menyandera dan menyegel eskavator yang akan digunakan petugas menggusur bangunan. Warga juga membawa poster berisi tuntutan dan kecaman.
Dalam poster juga dituliskan permohonan warga agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperhatikan aspirasi warga. “Kepada Pak SBY, kami minta tolong. Kami hanya rakyat kecil. Jangan ditindas seperti ini,” teriak Atik, salah satu warga.
ISHOMUDDIN