TEMPO Interaktif, Magelang - Koordinator Sahabat Perempuan Dani menilai penanganan anak-anak korban sodomi bocah sekolah menengah pertama di Desa Jamus Kauman, Kecamatan Ngluwar, Magelang terlambat. “Mestinya tidak berlarut seperti ini,” kata dia, Minggu (4/7).
Menurut dia, tak ada ketentuan pasti batasan penanganan korban, namun laiknya sebuah bencana alam, kondisi psikologi anak-anak itu harus cepat tertangani agar tak menciptakan trauma parah. “Secepatnya kalau bisa,” kata dia.
Kasus ini terungkap setelah polisi menangkap RZ, 15 tahun, pelaku sodomi pada akhir Mei lalu. Dalam pemeriksaan pelaku dan saksi, terkuak jumlah korban sodomi mencapai delapan anak dengan usia bervariasi, 5 hingga 15 tahun. Mereka menjadi korban sejak tiga tahun lalu.
Meski dalam pemeriksaan terungkap delapan korban, namun polisi yakin jumlah sebenarnya mencapai belasan. Kerja sama orang tua korban yang minim menjadi salah satu hambatan pengungkapan kasus ini.
Sayangnya, meski telah terungkap sebulan lalu, namun pemerintah dan sejumlah pihak baru bersepakat menangani pemulihan psikologis anak-anak korban sodomi sepekan lalu. Melalui tim ini, anak-anak korban sodomi akan ditangani. Mereka akan diperiksa kondisi psikologisnya. “Itu tim terpadu,” kata dia.
Salah satu kendala tim itu, lanjut dia, adalah minimnya sikap kerja sama dari orang tua korban. Mereka masih menganggapnya sebagai aib dan cenderung menutup diri. Meski terkesan lamban tertangani, namun dia cukup mendukung upaya pemulihan itu. “Daripada tidak sama sekali,” ujarnya.
Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Perlindungan Anak Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Magelang Gunarti mengatakan tim ini terdiri dari pihak pemerintah, rumah sakit dan lembaga swadaya masyarakat.
Dengan adanya tim terpadu ini, diharapkan penanganan korban dapat berjalan maksimal. Lembaga-lembaga itu akan bekerja sesuai dengan fungsi dan keahliannya dalam menangani korban sodomi. “Ini kasus besar dengan korban banyak anak di bawah umur,” kata dia.
ANANG ZAKARIA