Kesimpulan ini didapat setelah polisi mendatangkan psikolog dari Semarang. Sejak kasus ini terungkap sepekan lalu, polisi meminta bantuan seorang psikolog di Semarang untuk memeriksa kondisi kejiwaan pelaku. “(Hasilnya) diterima Rabu kemarin,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolsiain Resor Magelan Ajun Komisaris Aris Suwarno, Kamis (3/6).
Dalam laporan itu, disebutkan pelaku mengakui telah mensodomi 15 anak-anak. Jumlah yang diakui pelaku ini lebih banyak dari yang disebutkan polisi sebanyak delapan anak saja. Usia para korban bervariasi, dari yang terkecil berusia 5 tahunan, berinisial MRM.
Aris mengatakan polisi akan mengembangkan penyidikan kasus ini. Awal penyidikan kasus ini dilakukan dengan memeriksa 17 anak yang kawan sepermainan pelaku. Hasilnya, sebanyak delapan anak mengakui pernah disodomi pelaku. Untuk memastikan dugaan ada korban lain, polisi memintakan visum dokter terahdap anak-anak itu.
Untuk mengungkap tuntas masalah ini, polisi berharap masyarakat mau bekerjasama dengan polisi. “Kondisi (pelaku) labil, selalu berubah-ubah menjawab,” kata dia.
Dalam laporan psikologis itu, Dwi Yanny L, Psikolog asal Semarang yang memeriksa kondisi kejiwaan pelaku menulis, pelaku berbuat amoral karena tidak pernah mendapat pendidikan keluarga. Pelaku juga tidak memiliki figur panutan. “Tidak mempunyai tata krama,” tulis dia.
Pelaku, kata dia, juga memiliki sifat pemalas. Kondisi ini disebabkan terlalu banyak onani sehingga jadi lemah syarafnya.
Dia mensarankan, pelaku semestinya mendapat pendampingan (rehabilitasi) psikologis agar tumbuh kepribadian yang positif. Adapun terkait dengan perbuatan kriminal pelaku dia mensarankan penanganan yang intensif.
Kepala Desa Jamus Kauman Kecamatan Ngluwar –tempat RZ tinggal- Heri Susanto mengatakan pelaku lahir tanpa diketahui siapa bapaknya. Ibunya, inisial Y, kini 36 tahun, sejak muda telah merantau ke luar daerah. Pada 1995, Y pulang berbadan dua. “Dia mengandung (RZ),” kata dia.
Setelah lahir, RZ dititipkan pada pasangan Nuryanto alias Nurjalan dan Marsiyah, masing-masing 65 tahun, kakek dan neneknya. Adapun Y, kembali merantau ke luar daerah. Delapan bulan lalu, dia berangkat ke Malaysia untuk menjadi tenaga kerja wanita.
Nuryanto mengatakan setahun sekali Y, anaknya pulang kampung. Namun dalam sebulan sekali Y mengirimkan uang untuk biaya hidup dan sekolah RZ, anaknya.
Di kampung, RZ dikenal bandel dan suka mencuri. Empat tahun lalu dia nyantri di pondok Tanwirul Qulub, yang hanya berjarak 200 meter dari tempat tinggalnya. Namun hanya dia hanya bertahan dua tahun. “Tahun 2008 dikeluarkan, karena memukul anak perempuan,” kata Kyai Abu Qomarudin, pengasuh pondok.
Selain suka memukul, kata dia, RZ juga suka mencuri. Sejumlah uang dan telepon genggam santri di pondok pernah hilang dicuri RZ.
ANANG ZAKARIA