TEMPO Interaktif, Banda Aceh - Sejumlah perwakilan gubernur sedunia yang tergabung dalam Governors’ Climate and Forest (GCF) melakukan pertemuan untuk membahas dan merumuskan sejumlah kebijakan yang memperjuangkan hak masyarakat lokal atas hutan.
Foum yang dinamakan GCF Taskforce Metting 2010 itu diselenggarakan di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, 17– 22 Mei 2010.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf selaku tuan rumah mengatakan pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya yang dilaksanakan di California, Amerika Serikat.
“Sebelumnya belum ada hasil konkret. Pertemuan di Aceh untuk merumuskan sesuatu sampai ada hasilnya,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (17/05).
Beberapa masalah penting yang akan dirumuskan adalah memperjuangkan hak-hak masyarakat lokal atas hutan untuk diakui oleh nasional dan dunia internasional dalam project Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD).
Kemudian juga membahas bagaimana teknis menghitung stok karbon dan merumuskan kebutuhan apa saja yang diperlukan dalam project REDD tersebut untuk diimplementasikan.
Menurut Irwandi, pemerintah Aceh telah berkomitmen untuk menjaga hutan sebagai bagian dari penyelamatan lingkungan. Sebagai langkah awal, Pemerintah Aceh telah memberlakukan Moratorium Logging sejak Juni 2007 lalu.
“Saya juga ikut menggagas forum GCF ini, mengusulkan negara yang menjaga hutan harus mendapat penghargaan dan perhatian serius dari dunia,” ujarnya.
Forum GCF ini menjadi penting buat Aceh yang sedang menjalankan program Aceh Green, sebagai upaya untuk membuka kerja sama Aceh dengan masyarakat nasional dan internasional. Juga memperjuangkan pengembalian hak-hak masyarakat lokal dalam mengelola dan menjaga hutan.
Sementara itu, GCF Advisorand Project Lead, William Boyd, mengatakan dalam pertemuan itu para gubernur akan bertukar pikiran dan diskusi tentang daerahnya. Semuanya dilakukan untuk menemukan sebuah formula dalam menjaga lingkungan secara global.
“Mereka juga membicarakan benefit dan kepentingan masyarakat dalam menjaga lingkungan secara berkelanjutan,” ujarnya.
Menurut William, pertemuan di Aceh ditunggu hasilnya oleh masyarakat di seluruh dunia, terutama negara yang tergabung dalam GCF. Masyarakat California misalnya, sangat menunggu hasil dari GCF Aceh, untuk mengetahui apa yang diberikan kepada mereka setelah berjasa menjaga hutan lokalnya.
Deputy Secretary for Climate Change and Energy at California Natural Resources Agency, Anthony Brunello, yang mewakili Gubernur California menyebutkan salah satu yang menarik adalah hadirnya tiga perwakilan dari negara Brasil, Amerika Serikat dan Indonesia, yang punya corak daerah masing-masing dengan bermacam-macam partisipasi masyarakat lokal dalam menjaga hutan. “Nanti dirumuskan bagaimana standar dan kriteria yang baik untuk memberikan manfaat bagi masyarakat lokal.”
Ketua Panitia GCF Taskforce Metting 2010, Husaini Syamaun , mengatakan forum enam bulanan tersebut adalah yang ketiga kalinya dilaksanakan. Sebelumnya diselenggarakan di Brasil dan California (Amerika Serikat).
GCF awalnya digagas oleh sembilan gubernur/negara bagian yang peduli lingkungan dan hutan dari tiga negara tersebut. Seiring waktu, beberapa daerah kemudian bergabung. “Ada beberapa negara yang ingin bergabung dalam task force kali ini, seperti wakil dari Meksiko, Nigeria, Kanada, Liberia dan Malaysia,” ujar Syamaun.
ADI WARSIDI