"Seharusnya pemerintah sudah melakukan eksekusi dalam reformasi birokrasi bukan lagi mengkaji aturan," katanya ketika dihubungi, Minggu (14/3).
Lagian, Andrianof menambahkan, masalah dalam birokrasi adalah sumber daya manusia dan organisasi. Soal peraturan, kata dia, bisa menyesuaikan. Dalam sumber daya manusia, menurutnya, masih banyak tenaga yang kurang berkualitas dan mentalitasnya. "(Seharusnya) Diatasi dengan sistem rekrutmen baru yang mengandalkan kompetensi dan kemampuan," katanya.
Sistem promosi, mutasi dan struktur organisasi juga dinilainya perlu dibenahi. Jika ada aturan yang tidak sesuai disarankannya diubah. “Jangan aturan dijadikan alasan, itu artinya masih menggunakan cara pandang birokrasi lama," ujarnya.
Terhadap tenaga birokrasi yang lama, dia melanjutkan, harus dites ulang dan diklasifikasikan menurut kemampuannya. Misalnya, pengawai yang menduduki jajaran eselon harus disesuaikan kemampuannya. Jika terjadi kekosongan, dia memberi solusi, bisa memakai tenaga swasta sementara.
Kamis pekan lalu, Ketua tim reformasi birokrasi, EE Mangindaan, mengatakan sedang melakukan kajian terkait dengan sejumlah aturan dan mengkaji manajemen SDM. Tujuannya adalah mengefektifkan pemberian pelayanan kepada publik. Namun, Mangindaan mengaku belum ada grand desain dan target apakah reformasi selesai pada 2025. Alasannya, reformasi birokrasi yang dilakukan hingga ke kabupaten dan kota.
(EKO ARI WIBOWO)