TEMPO Interaktif, Malang - Sukirman, nelayan asal Pantai Sipelot, Desa Purwodadi, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, ditemukan tewas dan terdampar di pantai, Kamis (4/3) pagi. Nelayan berusia 38 tahun ini diduga tewas setelah diseret ombak besar sejak kemarin.
Kepala Kepolisian Sektor Tirtoyudo Ajun Komisaris Trianto menginformasikan, ombak besar juga diduga ikut menyeret Tumiran, rekan Sukirman. Namun, hingga sekarang nelayan berusia 30 tahun itu belum ditemukan.
Berdasarkan keterangan sejumlah saksi, keduanya diseret ombak besar saat mencari kerang di sekitar pantai menyusuri karang-karang besar yang terus-menerus dihantam ombak besar. Kegiatan ini dilakukan kedua nelayan di saat mereka berhenti melaut untuk sementara karena cuaca buruk. Upaya pencarian membuahkan hasil setelah hampir dua hari dilakukan nelayan setempat.
“Di saat asyik mencari udang dan kerang itu mereka lengah sampai akhirnya datang ombak besar yang langsung ‘menelan’ keduanya. Jenazah Sukirman segera dimakamkan. Sedangkan rekannya terus dicari,” kata Trianto.
Sekitar dua ribu nelayan di Sumbermanjing Wetan juga sedang libur melaut sementara sejak Januari lalu. Mereka melaut lagi jika cuaca sudah normal kembali. Diperkirakan cuaca kembali normal pada akhir Maret.
Kepala Desa Tambakrejo Wikanto mengatakan, cuaca buruk kali ini cenderung lebih ekstrem dibanding cuaca buruk pada tahun-tahun sebelumnya. Cuaca buruk ditandai dengan turunnya hujan deras hampir tiap hari, disertai angin kencang dan gelombang besar di perairan Samudera Indonesia.
Gelombang besar di tengah laut berkisar 2-3 meter dan makin membesar jika ditiup angin kencang berkecepatan 20-35 knot atau setara dengan 40-71 kilometer per jam. Tinggi normal gelombang 2 meter dengan kecepatan angin 8-9 knot atau 15-16 kilometer per jam. Nelayan dilarang melaut melewati 70 mil dari garis pantai. “Batas amannya sejauh itu. Nelayan yang melaut tergolong nekat, tapi kemungkinan besar mereka tak berani melewati batas aman itu,” kata Wikanto.
Nelayan yang berhenti melaut berasal dari tiga dusun. Sendangbiru menjadi dusun dengan penghuni dan nelayan terbanyak dibanding Tamban dan Tambaksari. Ada sekitar 900 keluarga di Sendangbiru, sekitar 1.750 orang jadi nelayan.
Kesempatan tak melaut digunakan nelayan untuk memperbaiki perahu atau kapal. Ada juga yang mencari tambahan penghasilan dengan bertani bagi yang punya lahan. Sedangkan yang tak punya lahan menjadi buruh tani, buruh bangunan, atau menjadi tukang ojek.
Abdi Purmono