TEMPO Interaktif, Malang — Alumni Universitas Brawijaya yang juga Ketua Pusat Kajian dan Pengembangan Pertanian Organik Malang, Haryadi, menemukan varietas unggul padi nonhibrida lokal yang memiliki produktivitas atau potensi hasil panen mencapai 14 ton sampai 20 ton per hektare.
Varietas unggul padi nonhibrida lokal itu dinamakan Indonesia Inovasi Ridho Ilahi atau disingkat IIRI 400, yang merupakan hasil persilangan benih padi lokal genjah rawe dan cempo. Penelitian IIRI 400 dilakukan sejak 2000. Uji coba di luar Malang sudah dilakukan di Banyuwangi dan Blitar, Jawa Timur, serta Karawang di Jawa Barat.
“Hasilnya cukup menggembirakan, dengan rata-rata potensi hasil mencapai 14 ton per hektare. Uji coba di Kerawang bahkan mampu menghasilkan 20 ton per hektare,” kata Hariyadi seusai melakukan panen perdana IIRI 400 di Desa Tambaksari, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, Minggu (7/2).
Setelah ditimbang, didapat hasil panen 14 ton per hektare. Penimbangan disaksikan puluhan petani dan Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Malang Raya Bambang DH Suyono. Dari penimbangan diketahui hasil panen per hektare sebanyak 14 ton.
Kelebihan IIRI 400 memang mencengangkan dibandingkan dengan produktivitas padi hibrida yang rata-rata 9 sampai 12 ton per hektare. Padi hibrida selama ini diunggulkan pemerintah.
Selain mempunyai memiliki produktivitas tinggi, kelebihan lain benih IIRI 400 pada usia pendek 100 hari dan tahan terhadap serangan hama-hama penyakit seperti penggerek batang, sundep dan wereng.
Bulir padi di tiap tangkai juga lebih banyak ketimbang padi varietas lain. Satu hektare lahan hanya membutuhkan 50 kilogram benih. Benih padi IIRI 400 cocok ditanam di daerah dataran rendah dan sedang dengan ketinggian dari nol sampai 500 meter di atas permukaan laut.
Penelitian IIRI 400 murni didanai Pusat Kajian dan Pengembangan Pertanian Organik Malang. Ketika riset memasuki tahap pengembangan, lembaganya mendapat bantuan dana dari Organisasi Pangan Dunia atau FAO senilai Rp 1 miliar.
Hingga sekarang padi temuannya belum mendapat sertifikat pelepasan varietas dari Departemen Pertanian di Jakarta karena terkendala mahalnya biaya tes yang sekitar Rp 400 juta. Itu pula sebabnya benih IIRI 400 belum bisa diperoleh bebas di pasaran.
“Petani hanya bisa mendapatkannya secara terbatas dengan menghubungi kami,” katanya, seraya menyatakan sudah mengajukan permohonan kepada Departemen Pertanian agar dilakukan sidang tim penilai dan pelepas varietas terhadap IIRI 400.
Haryadi sendiri meraih gelar sarjana pertanian strata satu dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Surabaya, dan menyelesaikan pendidikan master dan doktoral di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Abdi Purmono