Ia mengaku pelanggaran terjadi dalam penangkapan, pemeriksaan berkas, hingga tuduhan merampok. "Kami khawatir Robert tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil," kata Kuasa Hukum Robert, T. Triyanto, dalam surat permohonannya kepada Komnas.
Pengacara Robert meminta proses hukum kliennya dilakukan secara adil, cepat, dan tak terpengaruh kekuasaan manapun. Triyanto menilai penangkapan Robert tak sesuai prosedur dan mekanisme hukum. Penangkapan tak didasari alat bukti tapi berdasar perintah Jusuf Kalla yang saat itu menjabat wakil presiden.
Triyanto menegaskan, penangkapan seharusnya dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan penyelidikan. Padahal ketika ditangkap, kepolisian sama sekali belum menyelidiki apalagi menyidik.
Pelanggaran hak asasi terhadap Robert, kata dia, juga terjadi saat penahanan. Robert ditahan terpisah dari tahanan lain dalam tahanan khusus di Markas Besar Kepolisian. ia tak bisa berhubungan dengan sesama tahanan, tak boleh dibesuk, termasuk oleh pengacara.
Robert melalui Triyanto menilai pemisahan berkas perkara kasusnya juga melanggar HAM. Pemisahan itu mengharuskan Robert menjalani banyak proses pemeriksaan tanpa suatu kepastian Hukum.
Empat sangkaan diajukan kepolisian terhadap Robert. Sangkaan pertama tindak pidana pencucian uang dan atau penipuan dan atau penggelapan. Tiga sangkaan berikutnya adalah telah melakukan tindak pidana penipuan, tindak pidana perbankan dan tindak pidana pencucian uang yang diduga berasal dari tindak pidana perbankan dan penggelapan.
Robert merasa keberatan terhadap tuduhan merampok yang dilontarkan Jusuf Kalla dan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Susno Duadji. Sesuai prinsip praduga tak bersalah, ia merasa berhak dianggap tak bersalah sampai dibuktikan dalam persidangan yang memberikan jaminan hukum untuk pembelaannya.
Ia meminta Komnas memeriksa Kalla, Susno, Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Ito Sumardi, dan Jaksa Agung Hendarman Supandji.
Aqida Swamurti | Sutji Deciliya