TEMPO Interaktif, Bojonegoro - Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan aktivis lembaga swadaya masyarakat Bojonegoro mengecam penurunan jatah beras miskin yang hanya 13 kilogram per kepala keluarga dari sebelumnya 15 kilogram per kepala keluarga.
Menurut Joko Purwanto, salah satu aktivis LSM di Bojonegoro, keputusan pemerintah pusat memperkecil jatah beras miskin sangat memberatkan rakyat. Apalagi sekarang ini kondisi perekonomian kian sulit. “Ini memberatkan raykat,” tegasnya kepada Tempo, Rabu (27/1) siang.
Dia menyebutkan, dengan jatah sebesar 13 kilogram, berarti sudah penurunan sebanyak dua kali. Dari sebelumnya 20 kilogram per kepala keluarga, kemudian 15 kilogram dan kini hanya 13 kilogram. Para aktivis LSM di kabupaten ini berjanji akan turun ke jalan memprotes kebijakan pengurangan jatah beras tersebut. “Ini sangat bersinggungan dengan rakyat kecil,” tegasnya.
Pendapat sama ditegaskan anggota Panitia Anggaran DPRD Bojonegoro, Agus Susanto Rismanto. Menurut dia, kebijakan masalah jatah beras miskin adalah Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Tetapi, itu bukanlah harga mati. Sebab, bisa saja diusulkan untuk menyisihkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Bojonegoro. “Setidaknya, itu bisa diupayakan,” tegasnya, Rabu, siang.
Dia menyebutkan, jika sebelumnya jatah beras miskin sebanyak 15 kilogram dan kini turun menjadi 13 kilogram, berarti ada selisih penurunan dua kilogram. Artinya, dengan selisih dua kilogram per kepala keluarga itu, bisa dibantu lewat APBD Bojonegoro.
Agus beralasan, sekarang ini, kondisi perekonomian masyarakat di bawah kemiskinan sedang parah. Dicontohkan, harga beras yang terus meningkat, di sisi lain harga beli naik sehingga ada kecenderung inflasi. Selain itu, sejumlah program bantuan Pemerintah juga sudah dikurangi. “Rakyat kecil lagi yang susah,” imbuhnya.
Sekretaris Kabupaten Bojonegoro Suhadi Moelyono mengatakan, soal jatah beras miskin, baru akan dirapatkan Kamis (28/1). Dalam rapat yang mengundang pihak Bulog Bojonegoro ini, akan menentukan besaran jatah beras ke masyarakat.
Tetapi, lanjutnya, jika jatah beras di Lamongan dan Tuban, nantinya sebanyak 13 kilogram perkepala keluarga, kemungkinan jumlahnya akan sama. “Ini kebijakan pusat,” tegasnya pada Tempo, Rabu, siang.
Dia menyebutkan, di Bojonegoro pada 2009 jatah beras miskin penerima sekitar 147 ribu per kepala keluarga dan kini turun menjadi 128 ribu per kepala keluarga. Jika ada usulan, penyusutan sekitar dua kilogram diusulkan ditanggulangi oleh APBD Bojonegoro, hal itu tidak tepat. Sebab, dalam aturannya memang tidak bisa.
Sujatmiko