Ketua Forum Persatuan Guru dan Pegawai Tidak Tetap Kabupaten Malang Arie Susilo mengatakan mereka menuntut payung hukum berupa surat keputusan (SK) bupati Malang mengenai honorer daerah sebagai syarat utama diangkat menjadi pegawai negeri. Guru atau pegawai yang memiliki SK digaji melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah dan otomatis menjadi pegawai negeri. Sedangkan mereka diangkat dan digaji oleh sekolah, namun tidak kepastian diangkat jadi pegawai negeri.
"Kami minta bupati bisa merealisasikannya sebelum jabatan beliau habis pada tahun ini. Selama ini beliau hanya bisa berjanji. Malah ada perkataan beliau yang menyakitkan hati kami," kata Arie seusai berkeluh-kesah pada Komisi B (Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan). Komisi B diketuai Muhammad Anwar.
Selain itu, kata Arie, mereka meminta adanya jaminan tertulis yang memperkuat posisi mereka agar tak gampang diberhentikan. Jaminan tertulis ini diperlukan karena posisi mereka makin terancam dengan penempatan guru dan pegawai negeri di sekolah-sekolah yang memiliki guru dan pegawai tidak tetap.
Menurut Arie, sekitar 90 persen mereka berasal dari sekolah-sekolah swasta yang diangkat pada 2009. Perbedaan status pegawai dan guru honorer dengan guru tidak tetap/pegawai tidak tetap menimbulkan kecemburuan. Tenaga honorer yang mengantongi SK datanya langsung masuk ke Bagian Kepegawaian sehingga berpeluang besar menjadi pegawai negeri.
Sedangkan peluang guru tidak tetap atau pegawai tidak tetap menjadi pegawai negeri nyaris tertutup. Pada Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil disebutkan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS dilakukan bertahap mulai tahun anggaran 2005 dan paling lambat selesai pada tahun anggaran 2009.
Peluang jadi pegawai negeri makin tipis karena faktor usia. Pasal 3 peraturan yang sama disebutkan, batas pengangkatan tenaga honorer didasarkan pada usia tertinggi 46 dengan masa kerja 20 tahun atau lebih secara terus-menerus, serta usia terendah 35 tahun dengan masa kerja setahun atau lebih sampai kurang dari lima tahun secara terus-menerus. "Kami ini hanya butuh kepastian status. Rata-rata kami mengabdi dan ikut mencerdaskan bangsa selama 25 tahun tapi tanpa status jelas," tegas Arie.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Tulus Haryanto mengaku tak bisa berbuat banyak dan hanya bersikap normatif. Masalah para guru dan pegawai tidak tetap memang terganjal pada aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005. Menurut aturan, pengangkatan tenaga honorer dilakukan melalui seleksi administrasi, disiplin, integritas, kesehatan, dan kompetensi, juga wajib mengisi atau menjawab daftar pertanyaan mengenai pengetahuan tata pemerintahan atau kepemerintahan yang baik, dan pelaksanaannya terpisah dari pelamar umum.
"Seingat kami, sejak akhir 2007 pengangkatan tenaga honorer menjadi guru bantu, misalnya, itu tidak berdasarkan SK (surat keputusan) bupati. Pengangkatannya menggunakan perjanjian kontrak kerja. Jadi, sesuai aturan memang tak ada SK itu untuk mengangkat tenaga honorer jadi pegawai negeri," kata Tulus.
Begitu pun Tulus berjanji membantu guru dan pegawai tidak tetap untuk mendapatkan solusi maupun terobosan di luar ketentuan peraturan pemerintah agar mereka dapat diangkat menjadi pegawai negeri. Ketua Komisi B Muhammad Anwar juga berjanji membantu mereka. Sikap normatif juga disampaikan Suwandi, Kepal Dinas Pendidikan.
ABDI PURMONO