Menurut Saurijanto, Ketua Kelompok Kerja Penyelesaian dan Penanganan Sengketa Tanah, konflik pertanahan itu berakar pada ketidaktahuan pihak-pihak yang terlibat terhadap peraturan pertanahan. “Masing-masing main klaim sebagai pemilik yang sah,” kata Saurijanto, Rabu (13/1).
Permasalahan makin rumit karena penanganannya di masa lalu tidak cermat dan tak tuntas sehingga berdampak pada hilangnya kepastian hak dan kepastian hukum atas tanah.
Ia mencontohkan sengketa tanah Purboyo seluas sekitar 4.811 hektare antara Marinir TNI Angkatan Laut dengan ribuan petani di sembilan desa yang tersebar di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Pagak, Bantur, dan Kecamatan Gedangan.
Sangketa lainnya menyangkut lahan seluas 97,2 hektare antara TNI Angkatan Udara dengan petani Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung. Angkatan Udara juga berseteru dengan warga Desa Kemantren dan Sukolilo, Kecamatan Jabung atas tanah 13,5 hektare. Sedangkan TNI Angkatan Darat berebut lahan dengan warga Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang.
Sementara itu warga di tujuh desa di Kecamatan Dampit, Tirtoyudo, dan Kecamatan Ampelgading, berseteru dengan PT Perkebunan Nasional XII atas lahan Kebun Kalibakar seluas 2.050 hektare. Warga mempersoalkan landasan hak guna usaha (HGU) yang dipunyai PTPN. Konflik memuncak pada pembabatan lahan besar-besaran pada 1998.
Untuk kasus di Desa Wonorejo, kata Saurijanto, Angkatan Darat sudah memberi ganti rugi kepada warga pada 1960. Namun, karena Angkatan Darat tak pernah melaporkan kembali kepemilikan tanah, konflik muncul lagi.
Pihak Angkatan Darat seharusnya melapor tiap enam bulan sekali kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN), agar tanah yang mereka miliki memiliki kekuatan hukum. ”Padahal pemetaan yang dilakukan atas tanah itu sudah tak sesuai dengan ide awal,” ujarnya pula.
Selain itu, hingga sekarang warga Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, masih bersengketa dengan Perhutani atas lahan Hutan Turus. Namun, Pemerintah Kabupaten Malang hanya bertindak sebagai mediator. Penyelesaian sengketa sangat tergantung pada pihak-pihak yang bersengketa.
Pada 2009, pemerintah daerah setempat telah menyelesaikan sengketa tanah seluas 600 hektare di Kebun Pancursari, Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Warga mengembalikan lahan itu kepada PTPN XII setelah pemerintah pusat mengeluarkan HGU untuk Kebun Pancursari.
Sedangkan perebutan lahan antara pemerintah dengan PT Sumber Manggis seluas 572 hektare di Desa Sumbul, Kecamatan Singosari, hampir selesai.Kedua pihak tinggal menunggu kepastian mengenai obyek dan subyek tanah dari BPN. ABDI PURMONO.