Dwi Setyowati dan Muhammad Yahro, orang tua sang bayi, asal Dusun Bogosari, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, meminta bantuan Komnas Anak untuk menuntut pertanggungjawaban pihak rumah sakit atas hilangnya bayi mereka dari ruang perawatan. "Saya mau anak saya, sampai mati tidak bisa digantikan dengan anak lain," kata Dwi, meneteskan air mata.
Pasangan suami-istri ini menolak tawaran rumah sakit yang, menurut mereka, akan mengganti bayi yang hilang itu dengan bayi lain dan uang santunan Rp 50 juta.
Sekretaris Jenderal Komnas Anak Arist Merdeka Sirait menjelaskan, Rumah Sakit Umum Daerah Semarang pekan depan akan dipanggil untuk dimintai keterangan. "Ini bukan musibah, tapi kejahatan yang harus diungkap," kata Arist di kantornya kemarin.
Menurut Arist, rumah sakit harus bertanggung jawab atas hilangnya bayi tersebut. "Mana bisa bayi hilang diganti dengan bayi lain," kata Arist.
Sebelumnya, kata Arist, rumah sakit menolak bertanggung jawab atas hilangnya bayi bernama Muhammad Faza Azzahra itu dari ruang perawatan kelas III Sri Kandhi rumah sakit itu. Alasannya, kejadian itu merupakan musibah.
Pihak rumah sakit belum bersedia memberikan penjelasan soal kasus hilangnya bayi itu. Seorang petugas bagian informasi yang dihubungi Tempo tak bersedia menghubungkan dengan pihak berwenang di rumah sakit itu. "Semua lagi keluar. Untuk penjelasannya, Senin saja datang ke sini," katanya kepada Tempo kemarin.
Dwi menjelaskan, peristiwa itu berawal pada 22 Oktober 2009. Saat itu Dwi menyerahkan bayinya kepada perawat untuk dimandikan. Sambil menunggu bayinya yang baru berusia dua hari itu selesai dimandikan, ia diminta turun dari tempat tidur untuk berlatih jalan agar segera sembuh dari luka akibat caesar saat melahirkan.
Namun, setiba di lorong ruang perawatan, ia melihat tempat tidur bayinya telah kosong. Baju kotor dan baju gantinya dibiarkan tergeletak. Dwi lalu menelepon suaminya. Karena jawaban rumah sakit tak memuaskan, malamnya mereka melaporkan peristiwa itu ke Kepolisian Resor Semarang Selatan. Namun hingga kini tak ada jawaban.
Menurut Dwi, seorang pengunjung pasien bersaksi ada seorang wanita yang membawa bayi dengan tergesa-gesa. Perempuan berambut ikal dengan tinggi sekitar 150 sentimeter itu berjalan keluar membawa bayi itu dari ruang perawatan Sri Kandhi tanpa ada yang mencegah.
Komisi menilai ada sejumlah kejanggalan dalam peristiwa itu, di antaranya soal adanya foto bayi tersebut padahal orang tuanya belum pernah memfotonya. Namun, setelah bayinya hilang, Dwi memperoleh foto dari seorang wartawan. Pihak rumah sakit pun memberikan foto yang sama kepada Dwi.
AQIDA SWAMURTI | MARIA H