TEMPO Interaktif, Palangkaraya - Dari hasil evaluasi Departemen Dalam Negeri, sebanyak 68 kabupaten (daerah otonom) se-Indonesia diklasifikasikan sebagai daerah dengan tingkat kinerja yang rendah.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengungkapkan hal ini saat memberikan sambutannya dalam Rapat Kerja Nasional Asosisasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (3/12).
Menurut Gamawan, seiring dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggara Pemerintahan Daerah, maka Depdagri telah melakukan evalusi kinerja sejumlah daerah otonom.
Dari dari 524 daerah otonom di Indonesia, sebanyak 421 telah dievaluasi dan sebanyak 68 di antaranya diklasifikasikan sebagai daerah dengan tingkat kinerja yang rendah.
“Bila dalam waktu 3 tahun berturut-turut setelah dilakukan pembinaan tapi tetap menunjukkan kinerja yang rendah, maka perlu dipertimbangkan untuk menghapuskanya atau menggabungkan dengan daerah induknya kembali,” tegasnya.
Gamawan menjelaskan, hasil evalusi itu menjadi dasar dari pemerintah untuk melakukan pembinaan terhadap daerah dengan peringkat kinerja yang rendah tersebut.
Selain itu, Gamawan juga menyinggung masalah masih rendahnya peran gubernur baik selaku kepala pemerintahan provinsi dan wakil pemerintah pusat di daerah.
Menurut dia, dalam UU 22 tahun 1999, pemerintah mendudukan pemerintah daerah semata sebagai alat daerah dan tidak merangkap sebagai kepala wilayah. Sementara bupati dan wali kota adalah kepala daerah tidak merangkap sebagai kepala wilayah.
Daerah provinsi, terang Gamawan, dinyatakan sebagai daerah otonom yang memiliki otonomi yang sangat terbatas. Selain itu, provinsi juga sebagai wilayah adminstrasi dan gubernur selain sebagai kepala provinsi juga sebagai wakil pemerintah pusat.
Kemudian UU 32 tahun 2004 mengamanatkan paradigma yang sama dengan UU 22 tahun 1999, namun lebih memperkuat peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dengan diberikan tugas, wewenang, dan kewajiban yang bersifat atribut seperti dalam pasal 37 dan 38.
Dalam perkembangannya, sambung Gamawan, pasal tersebut belum mampu memperjelas peran gubernur secara jelas baik sebagai kepala daerah atau wakil pemerintah pusat di daerah.
“Karena itu peran gubernur perlu diperjelas sebagai kepala provinsi dan wakil pemerintah pusat perlu dipertegas untuk mempertegas kelancaran pemerintahan dan terjadinya sinergisitas susunan pemerintahan,”ujarnya. Untuk mendukung hal tersebut, tambah dia, departemen yang dipimpinnya telah menyusun grand design hingga 2015.
KARANA WARDANA