Zarkasi mengaku mendengar putusan mahkamah tersebut dari website resminya baru-baru ini. Namun soal kepastian jadi atau tidaknya pelaksanaan ujian nasional nanti, menurutnya harus menunggu keputusan dari Menteri Pendidikan Nasional.
"Sejauh ini peraturan ujian nasional sudah ada, tapi kami tunggu instruksi selanjutnya," ujar Zarkasi di Bandung, Selasa (24/11).
Dia menilai putusan mahkamah tersebebut itu bagus, karena ujian nasional selama ini kerap diwarnai kecurangan. Akibatnya, hasil evaluasi belajar siswa menjadi kabur. "Kan semua jadi pada ikut ujian, dari bupati sampai guru-guru," katanya.
Ujian nasional, kata mantan pembantu rektor Universitas Padjadjaran itu, bisa diganti dengan Ujian Sekolah Berstandar Nasional. Fungsinya untuk memetakan kualitas standar pendidikan di berbagai daerah.
Dari situ, pemerintah kemudian melakukan intervensi dengan meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah yang nilai siswanya masih kurang. "Dengan menambah guru atau meningkatkan sarana dan prasarana sekolah," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia, Iwan Hermawan juga menyambut gembira berita tersebut. Dengan keluarnya putusan makhamah , kata dia, pemerintah berarti harus membatalkan ujian nasional SMP, SMA, dan SMK, serta Madrasah setingkat.
Sesuai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, kelulusan siswa tidak lagi ditentukan dari hasil ujian nasional, melainkan dinilai oleh sekolah masing-masing. "Kelulusan diserahkan ke guru," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga diminta mengubah pasal 72 dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 yang mengatur tentang kelulusan siswa berdasarkan ujian nasional. Sebagai pengganti ujian nasional jika sudah disiapkan pemerintah, FGII menyarankan agar soal itu diganti namanya menjadi Ujian Sekolah Berstandar Nasional. "Penerapannya seperti USBN di sekolah dasar," katanya.
Sebelumnya pada 2006, 58 orang guru dan elemen masyarakat menolak ujian nasional sebagai syarat kelulusan siswa lewat pengajuan gugatan citizen lawsuit ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Putusan majelis hakim itu kemudian dikuatkan Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat. Tapi pemerintah yang tak puas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
ANWAR SISWADI