TEMPO Interaktif, Pesisir Selatan - Bupati Pesisir Selatan Nasrul Abit menilai Program Keluarga Harapan belum sinkron dengan program pengentasan kemiskinan lainnya. Akibatnya, pengentasan kemiskinan di daerahnya kurang maksimal.
"Padahal kalau ada sinergi, pasti pengentasan kemiskinan bisa berjalan lebih cepat," kata Nasrul di kantornya, Pesisir Selatan. Sumatera Barat, Kamis (22/10).
Dia mencontohkan, Program Keluarga Harapan tak ditunjang program kesehatan dan pendidikan gratis. Padahal, kesehatan dan pendidikan juga menjadi kunci keberhasian mengentaskan kemiskinan.
Nasrul juga menilai penyaluran bantuan dari pusat juga tak tepat sasaran. Misalnya, beras untuk rakyat miskin dari pemerintah pusat dikirimkan untuk 30 ribu kepala keluarga. Padahal, jumlah keluarga miskin di Pesisir Selatan tinggal 25 ribu keluarga. "Bisa jadi ada kerugian negara di situ," katanya.
Kondisi itu, kata dia, juga menunjukkan belum ada basis data statistik kuat sebagai penunjang Program Keluarga Harapan. Data Badan Pusat Statistik yang digunakan adalah tahun 2004. Akibatnya, tak terjadi pemerataan pembagian uang.
Meski demikian, Nasrul mengatakan Program Keluarga Harapan ini tetap bermanfaat mengentaskan kemiskinan. Dana yang dibagikan bisa digunakan untuk menunjang biaya pendidikan dan kesehatan. Anak sekolah yang tak punya biaya transpor akhirnya bisa bersekolah. Begitu juga ibu hamil pun bisa memeriksakan kesehatan kandungannya.
Ia meminta pemerintah juga rajin mensosialisasikan Program Keluarga Harapan ke masyarakat terbawah. Tanpa sosialisasi maksimal, besar kemungkinan terjadi konflik di kalangan masyarakat yang menerima maupun tak menerima bantuan.
Tenaga Ahli Komunikasi dan Sosialiasi PKH Direktorat Jenderal Kelembagaan Komunikasi Sosial Departemen Komunikasi dan Informasi Tuti Widyastuti mengakui potensi konflik dari program ini makin besar. Tapi, pemerintah akan mengevaluasi program yang masih bersifat uji coba ini. "Baru nanti dilihat lagi mekanisme pemberian bantuan yang paling baik," katanya.
PRAMONO