TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Bima Arya Sugiarto, optimistis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan bisa memainkan peran penting jika memilih menjadi oposisi. Syaratnya, kader partai harus taat pada keputusan tersebut. "Jika PDIP pecah, maka makin sulit memainkan peran oposisi ini," ujar Bima di Jakarta.
"Kalau piawai menawarkan alternatif kebijakan baru, PDIP pasti mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah," ia menambahkan.
Menurut Bima, ada indikasi kuat bahwa PDIP akan memilih menjadi oposisi, di antaranya kepergian Megawati Soekarnoputri ke Singapura dan sikapnya yang hingga sekarang belum memutuskan untuk berkoalisi dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. "Itu sikap khasnya. Itu bahasa politik Mega untuk memberikan sinyal kepada SBY dan konstituennya untuk tetap beroposisi," ujarnya.
Kabar kader PDIP akan bergabung dengan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II bermula dari pertemuan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas dengan Presiden pada Jumat lalu. "Insya Allah (PDIP) diminta," kata Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP ini seusai pertemuan itu (Koran Tempo, 18 Oktober).
Rencananya PDIP baru hari ini akan menentukan posisi politiknya untuk beroposisi atau berkoalisi. Tapi, Bima melihat, tak ada peluang bagi kader PDIP masuk kabinet Yudhoyono. "Presiden pasti sudah mengklasifikasi nama-nama 3-4 kursi menteri yang masih kosong," ujarnya.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Dodi Ambardi menilai PDIP kini berada pada situasi dilematis karena sudah kadung disebut-sebut akan menjadi oposisi. Padahal sebagian kadernya ingin berkoalisi. Menurut dia, sikap Megawati yang belum memutuskan sikap justru dinilai sebagai salah satu cara untuk menyelamatkan muka partai. Cara lainnya, "Ya, kepergian Megawati ke Singapura," kata Dodi kemarin.
Dodi melihat, Taufiq Kiemas, Pramono Anung, dan Puan Maharani sebenarnya sudah masuk rencana kerja sama dengan Partai Demokrat. Dia melihat, oposisi yang akan diusung PDIP tidak menguntungkan partai lima tahun ke depan. "Kalau beroposisi dengan suara kecil, akan menjadi mitra kritis yang tidak ada artinya," ujarnya.
RINA WIDIASTUTI | ISTI