TEMPO Interaktif, Jakarta - Panitia Angket DPR tentang Pelanggaran Hak Kostitusional Warga Negara Untuk Memilih merekomendasikan pemberhentian seluruh anggota Komisi Pemilihan Umum. Komisi Pemilihan Umum dinilai tak becus menjalankan pemilihan.
"(Pemberhentian) dalam tempo yang sesingkat-singkatnya," kata Ketua Panitia Angket Gayus Lumbuun saat membacakan laporan Panitia Angket di Gedung DPR, Selasa (29/09).
Panitia Angket menemukan sejumlah dugaan pelanggaran dalam penyusunan daftar pemilih tetap. Gayus menyebutkan setidaknya 25-40 persen pemilih kehilangan hak pilihnya. Data tersebut, kata Gayus, adalah data dari Komnas HAM. "Sebagian besar ahli menyatakan penanggung jawab utama permasalahan ini adalah KPU," kata Gayus.
Panitia Angket juga menemukan adanya dugaan penggelembungan data pemilih dan banyaknya masyarakat yang tak terdaftar dalam daftar pemilih tetap. Pemutakhiran data pemilih oleh Komisi Pemilhan Umum juga dianggap telat. "Karena itu KPU patut dinilai tidak mampu melakukan pemutakhiran daftar pemilih," kata Gayus.
Pelanggaran lain yang ditemukan Panitia Angket adalah banyaknya daftar pemilih sementara yang tidak diumumkan kepada masyarakat. Kalaupun diumumkan, dilakukan di tempat yang sulit diakses masyarakat. Selain itu, Gayus melanjutkan, "Banyak partai politik peserta pemilu tidak mendapat salinan DPS."
Panitia Angket, kata Gayus, juga meminta Kepolisian mengusut dugaan pelanggaran pidana, terutama soal manipulasi data pemilih dalam pencetakan daftar pemilih tetap. "Kepada pemerintah diminta segera pengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang sebagai tindak lanjut atas keputusan ini," kata Gayus.
DWI RIYANTO AGUSTIAR