TEMPO Interaktif, Jakarta:Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Mugiyanto mengatakan, presiden harus segera mengeluarkan keputusan presiden pembentukan pengadilan HAM Ad hoc terkait dengan kasus penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998 yang tercacat ada 23 kasus.
Menurunya, desakan itu menindaklanjuti rekomendasi yang dikeluarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) berat itu. "Presiden harus segera menindaklanjutinya," kata Mugiyanto ketika dihubungi, Senin (28/09).
Sebelumnya, Sidang Paripurna DPR mengesahkan rekomendasi agar Presiden membentuk pengadilan HAM ad hoc. Kedua, agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan institusi pemerintah segera melakukan pencarian terhadap 13 orang yang oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia masih dinyatakan hilang.
Ketiga, agar pemerintah merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang. Rekomendasi keempat, pemerintah segera meratifikasi konvensi anti penghilangan paksa. Hal ini sebagai komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktek penghilangan orang secara paksa di Indonesia.
Langkah berikutnya, kata Mugiyanto yang juga menjadi salah seorang korban, presiden harus mengeluarkan instruksi presiden untuk mencari korban yang hilang. Dia mencontohkan, dengan membentuk tim untuk mencari informasi keberadaan korban itu membongkar dokumen di militer. "Soal isi inpres itu terserah presiden," ujarnya.
Mugi mengingatkan, rekomendasi dewan itu tidak bisa dianggap main-main karena memiliki kekuatan hukum. "Kalau diabaikan dewan bisa memanggil dan mempertanyakannya," ujarnya.
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Yoseph Adi Prasetyo mengatakan yang perlu diwaspadai asalah proses penyidikan dan peradilan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat ini. "Apakah bisa independen dan menjerat pelakunya," katanya.
Dia mengatakan komisi akan terus memberikan record terkait proses itu. "civil society pun ikut mengawasi dan memantaunya," katanya.
EKO ARI WIBOWO