TEMPO Interaktif, Jakarta - Polemik penyitaan senjata buatan PT Pindad oleh Bea Cukai dan Kepolisian Filipina membuat Dewan Perwakilan Rakyat gerah. "Pada 1 September kami akan bertemu dengan jajaran Menkopolkam. Kami akan tanyakan itu," kata Anggota Komisi Pertahanan DPR Yusron Ihza Mahendra usai diskusi "Menjaga Bumi dan Budaya Indonesia" di Warung Daun Pakubowono Jakarta, Sabtu (29/08).
Dewan, lanjut dia, juga akan mendesak pemerintah untuk mengusut kasus tersebut, sebab benda yang disita bukan sembarangan. "Ini senjata, bukan beras," ujar Yusron.
Apalagi, menurutnya, wilayah Asia Tenggara memang rentan terhadap perdagangan senjata. Filipina, khususnya, merupakan negara yang memberi hak kepada warganya untuk memiliki senjata.
Menurutnya, Departemen Pertahanan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian dan Badan Pemeriksa Keuangan harus berkoordinasi untuk memastikan dan mengusut kebenaran proses jual-beli senjata ini. "Harus dipastikan apakah pengiriman itu legal atau ilegal," kata Yusron.
Seperti diberitakan sebelumnya, pekan lalu petugas Bea Cukai Filipina menahan sebuah kapal kargo berbendera Panama bernama Capt Ufuk. Dalam kapal yang sedang berlabuh di lepas pantai Mariveles itu petugas menemukan 50 senapan buatan Pindad sejenis SS1-V1 dan beberapa perlengkapan militer lainnya. Sebanyak 10 peti kayu kosong juga ditemukan didalam kapal. Peti itu diduga berisikan benda yang sama, namun sudah dipindahkan sebelum aparat memeriksanya.
Kapten kapal, Bruce Jones, kepada Manila Bulletin mengatakan bahwa senjata itu berasal dari PT Pindad Indonesia. Dia juga mengaku memiliki dokumen legal dari senjata-senjata tersebut. Bahkan Jones memastikan ada sekitar 50 tentara dan polisi yang mengawasi saat peti itu dimasukkan ke dalam kapal.
Namun, belakangan Jones meminta perlindungan kepada Kepolisian Filipina dengan alasan keselamatan dia dan keluarganya diancam oleh sindikat penjualan senjata. Jones memastikan jika dia tak terlibat terorisme atau sindikat tersebut. Dia mengaku hanya diperintahkan oleh atasannya untuk membawa senjata-senjata itu. Kapolisian Filipina meragukan pengakuan Jones ini.
Menyikapi perkembangan itu, Yusron mengatakan agak heran dengan keberadaan senjata Pindad di kapal tersebut, walaupun PT Pindad mengatakan pesanan itu legal. Filipina, lanjut dia, tidak mungkin mempermasalahkan pengiriman senjata itu jika PT Pindad memiliki dokumen yang lengkap. "Masa pesanan sendiri dinyatakan penyelundupan," ujarnya.
TITIS SETIANINGTYAS