TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai Polisi telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam insiden bentrokan antara warga dengan Polisi, Minggu (9/8) kemarin, di kawasan PT Perkebunan Nusantara XIV, Pabrik Gula Takalar, Kecamatan Polombangkeng Utara, Takalar, Sulawesi Selatan.
Anggota tim pemantau peristiwa Takalar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Dedi Askari menyayangkan atas terjadinya kekerasan yang dilakukan Polisi dalam menghalau demontrasi warga terhadap PT Perkebunan Nusantara XIV itu. Hal tersebut Ia ungkapkan seusai menghadiri Seminar Hak Asasi Manusia Proyeksi Penegakan Hukum dan Pemerintahan 2009-2010 dan peluncuran buku panduan pemantauan dan investigasi bagi pekerja Hak Asai Manusia yang diselenggarakan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) bekerjasama dengan Legal Development Faculty (LDF), di Hotel Quality Makassar, Senin (10/8). "Temuan sementara, diduga telah terjadi kekerasan yang dilakukan aparat terhadap masyarakat yang menuntut haknya," kata Dedi.
Data yang dihimpun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat sedikitnya enam warga mengalami luka-luka akibat terkena tembakan dalam insiden itu. Para korban adalah Haris Dg Naba, 28 tahun, terluka pada bagian lutut; Jufri Tona Puang Dabo, 30 tahun, terkena peluru pada perut kanan; Jamaluddin Labang, 28 tahun, pada mata kakinya; Dg Nassu, 55 tahun, terluka pada dahi; Jumaing Dg Sarro, 64 tahun terluka pada paha kiri; dan Nasmin Nanring, 22 tahun, terluka pada kepala kiri. "Khusus Nasmin, dia ditembak oleh aparat dari jarak dekat yakni kurang dari satu meter," kata Dedi Askari.
Pihak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia juga masih melakukan identifikasi lebih lanjut terkait jenis peluru yang digunakan aparat dalam insiden kemarin. Komisi juga telah meminta kepada Kepala Polisi Daerah Sulawesi Selatan Inspektur Jendral Mathius Salempang, agar menarik semua pasukan bersenjata di kawasan PTPN XIV. karena keberadaan mereka hanya akan memicu bentrokan berlanjut.
Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri Ispektur Jendral Aryanto Sutadi mengatakan, pihaknya akan mengecek dan melakukan kajian terhadap insiden di Takalar apakah ada pelanggaran atau sudah sesuai prosedur. "Saya juga akan sampaikan ke Kapolri," katanya.
Sedangkan Direktur Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) Usman Hamid mengatakan sangat menyayangkan atas terjadinya insiden bentrokan warga dengan polisi di Takalar. Pihaknya mengaku akan mengawasi dan mengawal penyelesaikan kasus ini.
Untuk ketiga kalinya dalam tahun 2009, Minggu (9/8) kemarin, kembali terjadi bentrokan antara polisi dan warga di kawasan PTPN XIV, Takalar. Insiden ini terjadi ketika warga melakukan demonstrasi menuntut hak penggunaan lahan perkebunan di kawasan perkebunan tebu PTPN XIV, Desa Pa'rappunganta, Kecamatan Polombangkeng Utara, Takalar, Sulawesi Selatan. Polisi yang menghalau unjuk rasa warga akhirnya bentrok dengan warga, yang mengakibatkan sejumlah korban akibat tembakan dan gas airmata.
Konflik perebutan lahan antara warga dengan pihak PTPN XIV ini sudah berlangsung lama. Pada 8 Oktober 2008 juga sempat terjadi bentrokan serupa yang mengakibatkan tiga orang warga terluka terkena tembakan karena melawan Polisi.
Terkait kasus perebutan lahan ini, pihak PT Perkebunan Nusantara XIV mempersilahkan warga untuk membawa masalah ini ke jalur hukum. Mereka yakin warga tidak punya dasar hukum untuk mengklaim tanah yang kini dikelola PTPN XIV, karena posisi pabrik gula sendiri hanya Hak Guna Usaha dari pemerintah terhadap lahan perkebunan tebu seluas 6.000 hektar.
IRMAWATI