TEMPO Interaktif, Jakarta - Kuasa hukum Antasari Azhar mempertanyakan perpanjangan masa penahanan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif itu. "Tidak lazim," kata Juniver Girsang, salah seorang pengacara Antasari, ketika dihubungi kemarin.
Antasari ditahan lantaran diduga kuat mendalangi kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Kasus ini juga melibatkan delapan tersangka lain, yang berkas perkaranya sudah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan.
Menurut Juniver, keganjilan itu di antaranya surat permohonan perpanjangan penahanan sudah diajukan polisi pada 6 Juli, jauh sebelum batas waktu surat penahanan yang diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berakhir. Padahal izin perpanjangan lazimnya diajukan seminggu sebelum batas masa penahanan selesai.
"Proses itu menyalahi ketentuan Pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana," katanya. "Kalau kasusnya seperti ini, seolah-olah klien kami sudah diniatkan untuk terus ditahan."
Juniver menduga perpanjangan ini dilakukan lantaran polisi belum memiliki alat bukti bahwa kliennya terlibat kasus pembunuhan. "Buktinya sampai saat ini berkas klien kami belum dinyatakan P21 (lengkap) oleh Kejaksaan Agung," ujarnya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Chryshnanda Dwi Laksana membantah jika proses perpanjangan penahanan Antasari disebut menyalahi prosedur. "Buktinya Pengadilan Tinggi mengabulkan permohonan kami," ujarnya.
Menurut dia, masa penahanan Antasari diperpanjang lantaran penyidik memerlukan waktu untuk melengkapi berkas penyidikan yang dikembalikan oleh Kejaksaan. "Tidak mungkin seseorang ditahan tanpa alasan yang jelas," ujarnya.
Dari Tangerang dikabarkan, berkas perkara para tersangka eksekutor Nasrudin akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tangerang pada pertengahan bulan ini.
Sinyalemen itu diungkapkan oleh Agustinus Payong Dosi, kuasa hukum Heri Santoso, Daniel Daen, dan Hendrikus Kia Walen. Ketiganya bersama Fransiskus Tadon Keran dan Eduardus Ndopo Mbete akan dijerat dengan pasal berlapis tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati.
RIKY FERDIANTO | AYU CIPTA