TEMPO Interaktif, Jakarta - Polisi Sektor Sumur Bandung menggerebek pabrik uang palsu mata uang rupiah dan dolar di rumah kontrakan Koko Dede alias Matius Chaerul, Jalan Tata Surya Nomor 51, kawasan Blok Q Margahayu Raya, Bandung, Senin (13/7) malam. Dari lokasi dan tersangka, polisi menyita barang bukti 50 helai uang palsu pecahan Rp 100 ribu, 30 helai US$ 100. Juga sejumlah sarana dan prasarana pembuatan uang palsu terdiri dari mesin cetak, mesin potong, mesin reproduksi, tinta, dan beberapa jerigen cairan kimia pendukung untuk cetak foto.
Kepada polisi, Ko Dede mengaku mencetak uang palsu pecahan rupiah dan dolar sejak pertengahan Maret hingga April atau menjelang Pemilihan Umum Legislator 2009 di rumahnya. "Jumlah uang palsu tercetak total senilai Rp 1,2 miliar, sebagian masih beredar," kata Kepala Kepolisian Sektor Sumur Bandung Ajun Komisaris Irfan Nugraha di kantornya Rabu (15/7).
Motif tersangka mencetak uang palsu adalah untuk cari keuntungan dengan cara dijual ke pihak lain. "Dijual dengan perbandingan satu lembar uang asli untuk dua lembar uang palsu," imbuh Irfan. "Uang palsu diedarkan ke wilayah Bandung, Sumedang, Cirebon, Bekasi sampai Kalimantan."
Selain Ko Dede, polisi juga membekuk dua tersangka lain yakni Galih Rakasiwi, warga Jalan Tata Surya, dan Abah Yanyan, warga kampung Ragadiem, Sumedang. Dua tersangka lagi, Di, asal Bekasi dan Fy asal Kalimantan, masih buron.
Dede berperan sebagai inisiator dan pencetak. Sedangkan empat tersangka lainnya sebagai pengedar. Barang bukti uang palsu yang disita antara lain berasal dari Galih saat ditangkap sebanyak 25 helai pecahan US$ 100 palsu dan 100 helai pecahan Rp 100 ribu palsu. Sedangkan lima lembar pecahan US$ 100 palsu disita dari Ko Dede saat ditangkap.
Polisi masih mencari barang bukti uang palsu yang diduga dipegang dan diedarkan dua tersangka yang masih buron. "Di tersangka Di sebanyak 950 lembar US$ 100, dan Fy, 300 lembar pecahan Rp 100 ribu."
Kasus ini terungkap dari laporan masyarakat tentang akan terjadinya transaksi uang palsu di kawasan lapangan Tegallega, Bandung. Polisi lalu menyelidik ke lokasi dan mengamankan seorang laki-laki yang gerak-geriknya mencurigaka. Laki-laki tersebut mengaku bernama Galih Rakasiwi, tinggal di Jalan Tatasurya Nomor 51.
Saat rumah di Jalan Tatasurya itu digeledah, polisi menemukan barang bukti uang palsu dan sejumlah alat percetakan. Galih mengaku barang-barang bukti tersebut milik Ko Dede. "Dia (Galih) mengaku uang palsu itu mau dijual kepada seseorang bernama Dede dengan perbandingan 1 lembar asli untuk 2 palsu,"kata Irfan.
Pada malam yang sama, polisi lalu menangkap Ko Dede di rumah Biliard MM, Jalan Malabar. Dari dia, polisi juga menyita uang dolar palsu. Kepada polisi, Ko Dede mengaku sudah mencetak sekitar 2000 lembar Rp 100 ribu palsu dan 950 lembar US$ 100 palsu sejak Maret sampai April.
Ko Dede juga mengaku menjual uang palsu buatannya kepada Abah Yanyan dan Galih. Kepada Yanyan ia mengaku menyerahkan Rp 60 juta uang palsu dan 950 lembar US$ 100. Sedangkan sebanyak Rp 140 juta palsu dia pegang dan sempat diserahkan kepada Galih.
Kepada polisi, Yanyan mengaku menyerahkan seluruh uang palsu dari Ko Dede kepada Di dan Fy. Pecahan dolar kepada Di. Sedangkan pecahan rupiah kepada Fy untuk transaksi jual beli kayu di Kalimantan.
Yanyan juga mengaku uang diserahkan kepada Di dan Fy untuk dijual dan diverifikasi, apakah bisa masuk ke bank atau tidak. Yanyan mengaku sisa uang palsu Rp 30 juta yang sempat dipegangnya, sudah dikembalikan ke Ko Dede.
Kepala Unit Reserse Kriminal Sumur Bandung Inspektur Satu Sujana mengatakan, uang palsu buatan Dede 90 persen mirip uang asli. Nomor serinya pun berbeda-beda. "Kelemahannya benang pengamannya tipis dan palsu, karena hasil cetakan,"katanya.
Sujana juga menjelaskan, Ko Dede adalah seorang ahli percetakan dan pernah berbisnis di bidang itu. "Dia ahli juga meracik bahan pewarna dan memilih kertas."
Ia menilai kapasitas peralatan cetak milik Ko Dede mampu menghasilkan uang palsu dalam jumlah lebih besar. "Dia juga pernah ditahan di penjara Kebonwaru dalam kasus penipuan,"imbuhnya.
Para tersangka dijerat pasal pasal 224 dan 245 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. "Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara," kata Sujana.
ERIK P HARDI