TEMPO Interaktif, Jakarta: Ketua Umum Pengurus Besar Nadlatul Ulama Hasyim Muzadi menakar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan mampu memberantas korupsi sampai tuntas. Menurut dia, hal itu sulit dilakukan mengingat korupsi sudah mengakar dalam berbagai lini. "Komisi tidak akan mampu, perlu gerakan moral antikorupsi," kata Hasyim dalam Seminar Poros Lintas daerah di gedung MPR/DPR, Selasa (19/5).
Dia menambahkan, perlu gerakan yang lebih kuat dan meluas dalam pemberantasan korupsi. Hasyim pernah menggagas upaya gerakan moral antikorupsi bersama mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Syafi'i Ma'arif. Namun saat itu, kata dia, gerakan itu belum menasional. "Perlu gerakan yang menasional," katanya.
Gerakan ini, kata dia, melibatkan seluruh instrumen dan komponen masyarakat dengan dipimpin oleh Presiden sebagai kepala negara. Mengingat, komponen birokrasi dinilai paling banyak pelaku korupsi. Komisi itu, kata dia, cukup mengawasi pelaksanaannya, terutama presiden. "Jika ada penyimpangan," ujarnya.
Menurut dia lagi, keterbatasan KPK yang hanya ada di pusat menjadi titik kelemahan. Korupsi, kata dia, setahap demi tahap bisa hilang. "Komisi bisa menangkap koruptor, tapi tidak bisa menghilangkan perilaku korup," katanya. Apalagi, lanjut dia, setelah Ketua KPK Antasari Azhar terjerat dalam kasus pembunuhan.
Hasyim menuturkan, tindakan KPK juga bisa menimbulkan dendam antarrezim. "Itu bisa saling menjatuhkan," katanya. Karena, kata dia, ketika penentu pimpinan KPK berbeda tentu target pun akan berubah. "Kalau ganti moncongnya, arah tujuan KPK pasti berubah." Hasyim juga mempertanyakan, efektifitas kinerja KPK. Anggaran yang dibutuhkan KPK, kata dia, apakah sudah sesuai dengan hasil tangkapan. "Uang yang dikeluarkan sudah sebanding dengan uang yang didapatkan," katanya.
Sekretaris Umum Persatuan Gereja Indonesia Ricard Daulay mengatakan KPK masih dibutuhkan. "Ini masih diperlukan sebagai shock teraphy," katanya. Aparat penegak hukum, kata dia, belum bisa bekerja sempurna. Pengamat Sosial Universitas Indonesia Eko Prasodjo berpendapat sama. KPK masih dibutuhkan. Korupsi sudah masuk dalam lini politik, yudikatif, dan birokrasi. Menurut dia, korupsi yang paling membahayakan adalah korupsi pada birokrasi dengan menggunakan peraturan perundang-undangan.
EKO ARI WIBOWO