“Padahal, sosialisasi penggunaan tanda centang cuma 15 menit sebelum simulasi dimulai,” kata anggota Komisi Pemilihan Umum, Andi Nurpati Baharuddin, saat dihubungi Tempo, Rabu (24/9).
Simulasi digelar di Desa Wonomlati, Kecamatan Krembung, Sidoarjo, Senin (22/9) lalu. Komisi Pemilihan Umum juga mengundang perwakilan Badan Pengawas Pemilu, Departemen Dalam Negeri, Komisi Pemerintahan DPR, dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat pemerhati pemilihan. Undang-undang No 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif menyatakan pemilihan dilakukan dengan memberi tanda. Ketentuan ini berbeda dengan pemilihan sebelumnya yang memakai sistem mencoblos.
Menurut Andi, ada juga pemilih yang memberi tanda selain centang, seperti tanda silang dan garis. Tapi, jumlahnya tak lebih dari lima pemilih. Komisi pun menyatakan penggunaan tanda lain itu sah. Selain itu, 45 surat suara dinyatakan tak sah karena pemilih tak memberi tanda apapun pada kertas suara. “Secara umum, masyarakat tidak kesulitan memberi tanda,” katanya.
Meski demikian, hanya sedikit pemilih memberi tanda pada nomor urut atau nama calon anggota legislatif. Mayoritas pemilih justru memberi tanda pada partai politik. Andi menilai, pemilih tak memberi tanda pada nomor urut atau nama calon karena surat suara yang digunakan dalam simulasi tak mencantumkan nama calon legislator. “Tapi yang terpenting, simulasi menunjukkan masyarakat mudah memberi tanda,” katanya.
Hasil simulasi ini, kata Andi, bisa dianggap mewakili Pulau Jawa dan Kalimantan. Pasalnya, komposisi penduduk di Jawa Timur secara umum mirip penduduk Jawa dan Kalimantan.
Komisi Pemilihan juga menggelar simulasi di Papua kemarin. Rencananya, simulasi serupa akan digelar di Aceh pada 13 Oktober. Komisi akan membahas hasil simulasi ini dalam rapat pleno. Hasil simulasi, kata Andi, menjadi pertimbangan Komisi dalam memutuskan desain surat suara yang digunakan dalam Pemilihan 2009. PRAMONO