Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kejaksaan Dinilai Mengabaikan Penyelidikan Kasus Talangsari

image-gnews
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta: Penolakan Kejaksaan Agung untuk meneruskan hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tentang kasus Talangsari menunjukkan lembaga tersebut tak menganggap final keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Judicial Review Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Februari lalu.

"Kejaksaan Agung tidak menganggap final keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Padahal keputusan itu jelas-jelas telah final dan mengikat siapa pun," kata Kabul Supriadi, Komisioner Komnas HAM usai diskusi dan peluncuran buku tentang kasus Tanjung Priok di kantor Kontras Jakarta, Kamis (11/09).

Padaha,l dalam keputusan MK tersebut, lanjut Kabul, telah ditegaskan bahwa penyelidikan kasus HAM ada di tangan Komnas HAM, bukan lagi di DPR. Hasil penyelidikan akan disampaikan ke Kejaksaan Agung kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan dan penuntutan. Baru kemudian dibawa ke Dewan untuk dirapatkan lalu disampaikan ke Presiden untuk pembentukan keputusan presiden tentang pengadilan ad hoc HAM.

"Kalau kejaksaan masih berkutat di sini, minta dibentuk pengadilan dulu. Itu kan seperti berdebat tentang lebih dulu mana telur dengan ayam," ujar Kabul.

Selain itu, menurut Kabul, sikap Kejaksaan Agung menunjukkan bahwa kejaksaan telah meniadakan hasil penyelidikan dari Komnas HAM. Sebab dengan meminta pembentukan pengadilan dulu oleh DPR, kajaksaan mengartikan penyelidikan kasus HAM harus dilakukan oleh DPR.

"Ya seperti dulu lagi, ujung-ujungnya minta amendemen undang-undang dulu. Akan makan waktu berapa lama, bisa-bisa kasusnya malah digudangkan," kata Kabul.

Pihaknya, lanjut Kabul, tak akan berpangku tangan dalam kasus ini. "Penegakan hukum tak boleh berhenti hanya karena persoalan teknis seperti ini, kami akan melakukan upaya," ujarnya. Upaya itu, antara lain dengan menemui dan melobi pihak-pihak yang terkait dengan proses kasus Talangsari ini, yaitu Kejaksaan Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat serta pemerintah. "DPR harus kita dorong terus".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat ditanya apakah perlu dorongan dari komunitas internasional, Kabul mengatakan tidak. Menurutnya ini masalah dalam negeri yang hanya butuh sokongan dari seluruh pihak terkait yang ada di dalam negeri dan masyarakat. "Sekarang kan jaman reformasi semua pihak harus berupaya mendorong penegakan hukum," ujar mantan hakim ad hoc kasus Tanjung Priok ini.

Sementara itu, pengamat militer sekaligus mantan komisioner Komisi Kebenaran dan Persahabatan Indonesia-Timor Leste Agus Widjojo menyatakan mendukung upaya penegakan hukum bagi kasus Talangsari. "Semuanya harus dijalankan sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan yang ada," ujarnya.

Kalau Kejaksaan Agung meminta agar dibentuk pengadilan Ad Hoc HAM, maka seharusnya DPR menuruti hal itu. "Nanti kalau ternyata kejaksaan salah pasti akan ada yang mengatakan sebaliknya".

Hanya saja, baik Kejaksaan Agung, Komnas HAM maupun DPR juga harus melihat kondisi riil yang ada. Bagaimanapun, menurut Agus, keputusan politik memang diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti ini.

Titis Setianingtyas 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Kilas Balik Janji Presiden Jokowi Cari Wiji Thukul

7 Januari 2023

Mbak Pon dan Wiji Thukul dalam unggahan Wahyu Susilo. Foto : Instagram/wahyususilo
Kilas Balik Janji Presiden Jokowi Cari Wiji Thukul

Sampai Sipon meninggal dunia, Wiji Thukul masih berstatus orang hilang. Padahal, Presiden Jokowi pernah berjanji mencari Wiji Thukul.


Jaksa Agung Sebut Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu PR Bersama

5 Juni 2018

Jaksa Agung Dikecam karena Kaitkan IPK dengan Penuntutan
Jaksa Agung Sebut Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu PR Bersama

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu bukan hanya pekerjaan rumah Kejaksaan Agung.


Prasetyo Sarankan Kasus HAM Masa Lalu Diselesaikan Non Yudisial

10 Januari 2018

Kiri-Kanan: Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan (KKP), Zulficar Mochtar; Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Muhammad Yusuf; Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung, Nur Rahmat; dan Hakim Mahkamah Agung, Surya Jaya dalam konferensi pers The International Fish Force Academy of Indonesia (IFFAI) ke-2 di kantor pusat KKP, Jakarta Pusat, Senin, 11 Desember 2017. Tempo/Fajar Pebrianto
Prasetyo Sarankan Kasus HAM Masa Lalu Diselesaikan Non Yudisial

Jaksa Agung HM Prasetyo mencontohkan kasus pelanggaran HAM di masa lalu pada 1965-1966, sulit untuk ditemukan pelaku dan mengumpulkan buktinya.


Penyebab Ombudsman Ingin Temui Langsung Menkopolhukam Wiranto

29 Maret 2017

Ninik Rahayu, Anggota Ombudsman RI memberikan keterangan kepada media setelah pertemuan dengan Kemenko Polhukam di Gedung Ombudsman RI, Rabu 29 Maret 2017 // Aghniadi
Penyebab Ombudsman Ingin Temui Langsung Menkopolhukam Wiranto

Komisioner Ombudsman RI Ninik Rahayu mengatakan pihaknya perlu mendengar penjelasan Menkopolhukam Wiranto soal terobosan solusi kasus HAM berat dulu.


Massa Mengaku Korban Peristiwa 27 Juli 1996 Tagih Janji PDIP  

13 Maret 2017

Megawati Soekarnoputri, meresmikan kantor baru DPP PDIP di Jalan Diponegoro No.58, Jakarta, 1 Juni 2015. Setelah Peristiwa 27 Juli 1996 meletus kantor tersebut direbut oleh massa pendukung PDI versi Kongres Medan, Soerjadi. TEMPO/Imam Sukamto
Massa Mengaku Korban Peristiwa 27 Juli 1996 Tagih Janji PDIP  

Menurut koordinator aksi, PDIP sudah tutup mata dan hati terhadap korban peristiwa Kudatuli.


Kontras Menentang Dewan Kerukunan Nasional, Ini Sebabnya

13 Februari 2017

Aktivis Kontras Feri Kusuma. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Kontras Menentang Dewan Kerukunan Nasional, Ini Sebabnya

Menurut Kontras, pembentukan Dewan Kerukunan Nasional cacat
hukum.


Kritik DPR atas Penyelesaian Kasus HAM Lewat Rekonsiliasi  

3 Februari 2017

Politikus Trimedya Panjaitan. TEMPO/Fajar Januarta
Kritik DPR atas Penyelesaian Kasus HAM Lewat Rekonsiliasi  

Menurut Trimedya, penyelesaian secara hukum penting untuk menunjukkan pemerintah serius dalam penyelesaian HAM masa lalu.


Penyelesaian HAM, DPR Sarankan KontraS Lapor ke Kejagung

3 Februari 2017

Politikus Trimedya Panjaitan. TEMPO/Imam Sukamto
Penyelesaian HAM, DPR Sarankan KontraS Lapor ke Kejagung

Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Trimedya Panjaitan menyarankan agar KontraS juga melaporkan Menteri Wiranto dan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung.


Ini Alasan Kontras Laporkan Wiranto ke Ombudsman  

2 Februari 2017

Wiranto, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan. TEMPO/Imam Sukamto
Ini Alasan Kontras Laporkan Wiranto ke Ombudsman  

Kontras melaporkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dengan dugaan melakukan maladministrasi.


Dilaporkan KontraS ke Ombudsman, Wiranto: Silakan

2 Februari 2017

Wiranto, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Dilaporkan KontraS ke Ombudsman, Wiranto: Silakan

Koordinator KontraS Haris Azhar menyimpulkan adanya maladministrasi dari hasil rapat Wiranto dan Komnas HAM.