"Kasus pelanggaran HAM berat dimasa lampau itu sudah ada penetapannya melalui Undang-Undang oleh DPR baru kemudian dilaksanakan persidangan itu," kata Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Selasa (9/9), usai mengikuti rapat tentang Dewan Ketahanan Nasional di Kantor Presiden, Jakarta.
Komnas HAM, kata Juwono, memang bertugas untuk mengumpulkan berbagai macam bahan atau data. Namun, penetapan sebagai pelanggaran berat tetap melalui DPR melalui mekanisme Undang-Undang. "Itu terserah DPR, apakah nanti akan menetapkan UU tentang pelanggaran HAM di Talangsari sebagai pelanggaran berat," katanya.
Menurut Juwono, Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999 - 2004 telah menetapkan dua kasus pelanggaran berat dengan menerbitkan undang-undangnya, yaitu kasus Tanjung Priok dan kasus Timor Timur. "Karena kalau semua yang retroaktif dipersoalkan, maka bisa bermacam-macam. Jadi yang retroaktif itu harus ditetapkan mana yang pelanggaran HAM berat atau bukan," ujar Juwono.
Ketentuan itu tercantum dalam Undang-Undang HAM. "Karena ini pelanggaran berat maka tidak cukup hanya dokumen, tapi harus ada penetapan Undang-undang, tidak seperti pelanggaran biasa yang bisa melalui kejaksaan saja," tambahnya lagi.
Bagi Juwono, berbagai temuan dari Komnas HAM tentu akan dihargai. Departemen Pertahanan dan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia akan menerima masukan tersebut. "Temuan ini nanti kan jadi bahan untuk dimasukan DPR, nanti DPR yang menetapkan," kata dia.
Dalam kasus Talang Sari, kata Juwono, harus dilihat kapan dan dimana peristiwanya terjadi. Kalau dilihat saat ini, Talang Sari dikatakan pelanggaran HAM berat. Namun dimasa lalu, peristiwa Talang Sari terjadi karena ada perlawanan bersenjata dan hendak mengubah dasar negara.
Anton Aprianto