Sebelumnya, Kalla mengatakan kontrak penjualan gas ke Fujian Cina selama 25 tahun berpotensi merugikan negara sekitar Rp 750 triliun. Kontrak penjualan itu dilakukan saat pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
Dia optimistis pemerintah Cina memahami permintaan Indonesia untuk menegosiasikan kembali harga jual itu. Kalla mengakui proses renegosiasi tidak akan mudah. Namun, kata dia, Pemerintah Cina juga membutuhkan gas dari Indonesia. "Saya yakin pemerintah Tiongkok sudah memahami bahwa kami saling membutuhkan dan kondisi sudah berubah. Mereka butuh kita dan kita membutuhkan mereka," katanya.
Kalla menegaskan renegosiasi nilai jual gas bukan persoalan Partai Golkar. Namun, dia melanjutkan, persoalan itu memang sudah menjadi wacana anggota DPR dan pengamat. "Saya berbicara sebagai wakil presiden. Renegosiasi itu masalah pemerintah, bukan masalah partai," katanya.
Dia membantah pertemuannya dengan Sekretaris Partai Komunis Cina di Guang Dong, Wan Yang, membahas renegosiasi nilai jual gas di Fujian. Menurut dia, pembahasan kedua pemimpin terbatas pada soal investasi dan perdagangan. Apalagi, nilai ekspor Cina 5 kali total nilai ekspor Indonesia. "Saya tidak menyinggung Tangguh. Mereka punya perhatian kuat terhadap perdagangan," ujarnya.
Saat ini, ujar Kalla, Guang Dong membutuhkan 6 juta ton batubara dari Indonesia setiap tahun. Pemerintah berharap volume ekspor batubara bisa ditingkatkan. "Namun itu tergantung eksportir," katanya.
Kurniasih Budi