Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Mantan Gubernur Timor Timur Abilio Jose Osorio Soares memeluk sanak keluarganya yang menangis tersedu-sedu di Bandar Udara El Tari, Kupang, Sabtu (17/7) siang. "Jangan menangis. Kalau kalian menangis, beban saya akan bertambah. Teguhkan hati kalian dan tetaplah berdoa," ucapnya sesaat sebelum bertolak dengan pesawat Star Air STQ761 menuju Jakarta.Sekitar 2,5 jam kemudian, Abilio yang diantar Kepala Kejaksaan Tinggi NTT B.R. Pangaribuan tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, untuk menjalani eksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung, yaitu tiga tahun penjara, atas pelanggaran hak asasi manusia di Timtim pada 1999. Pada pukul 16.00, Abilio dijemput mobil Nissan Terrano B-12-DC warna hitam yang membawanya menuju Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Abilio mengenakan jas kotak-kotak, celana jins biru, bersepatu cokelat dengan topi baret warna senada. Di bandara, ia disambut puluhan pendukungnya yang menyalami dan mencium pipinya. "Semestinya saya datang pada tanggal 16 (Juli), tetapi karena ada keluarga saya yang menikah, dan saya harus menjadi saksi, maka baru hari ini saya datang," ujarnya kepada wartawan yang mencegat.Di penjara Cipinang, dia menempati Blok III H kamar 4, satu blok dengan terpidana kasus korupsi pakan ternak Beddu Amang dan terpidana kasus Bulog Dadang Sukandar dan Winfred Simatupang.Menurut Kepala Pembinaan Napi LP Cipinang, Giharto, Abilio ditempatkan di blok itu dengan pertimbangan keamanan. "Biar memonitornya lebih mudah, tidak terlalu banyak orang," kata Giharto. Fasilitas di kamar Abilio, katanya, sama dengan penghuni LP Cipinang lainnya. Disebutkan bahwa di kamar itu hanya ada tempat tidur.Eksekusi putusan Mahkamah Agung itu diwarnai hujan air mata dan amarah sanak keluarga Abilio serta puluhan warga Timor Timur di Kupang. Beberapa orang kerabat Abilio, misalnya, dengan emosional menunjuk B.R. Pangaribuan dan mengancam akan melakukan keonaran apabila Abilio dijebloskan ke penjara. "Bapak yang membawa orangtua kami ke Jakarta. Kalau bapak pulang, harus membawa kembali Abilio. Saya tandai muka kamu. Kalau pulang sendirian, maka akan berurusan dengan saya," kata salah satu kerabat dekat Abilio. Pintu masuk menuju ruangan VIP Bandara El Tari juga beberapa kali dipukul dengan tangan oleh para pengikut Abilio. Hukman Reni, mantan juru bicara perkumpulan komunitas masyarakat Timtim pro-otonomi, yang dihubungi, mengatakan, insiden itu terjadi karena rasa kesal terhadap lembaga hukum Indonesia yang terkesan rapuh.Sejak Jumat, pengikut setia mantan orang nomor satu Timtim itu tampak bermalam di halaman rumah Abilio untuk bernostalgia. Di hari terakhirnya, Abilio bercengkerama dengan pengunjung yang simpati padanya. Setiap ada telepon, dia menolak menjawab dengan alasan banyak saudara, kenalan, dan teman yang datang sehingga harus menemani mereka. Di Cipinang, Abilio yang didampingi kuasa hukum O.C. Kaligis menggelar jumpa pers. Pihaknya akan mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung dengan novum baru. "Saya ini dikorbankan. Kenapa? Karena semua saksi yang didatangkan baik yang memberatkan maupun yang meringankan tidak satu pun yang membenarkan tuduhan," katanya.Ia mengatakan, seharusnya mantan Pangdam IX Udayana Mayjen TNI Adam Damiri yang bertanggung jawab atas insiden kerusuhan pascajajak pendapat di Timtim. Menurut kesepakatan 5 Juli 1999, kata Abilio, Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi penyelenggara jajak pendapat, sedangkan Polri dan TNI penanggung jawab keamanan. "Malah pemerintah daerah disingkirkan dari jajak pendapat," kata dia. Menurut Abilio, tidak pernah ada status darurat sipil di Timtim. Pada masa Orde Baru, birokrasi dipegang militer dari kepala desa sampai presiden. Permasalahan di Timtim selalu diselesaikan oleh militer. "Setelah kacau, gubernur yang disalahkan," kata dia. Abilio menyatakan akan terus mencari keadilan. Jika keadilan tidak dapat ditemukan di Indonesia, ia akan mencari di dunia internasional. "Tidak ada keadilan. Tidak ada keadilan," katanya dengan nada tinggi.Di Yogyakarta, eksekusi Abilio telah memancing reaksi. Sekitar 60 mahasiswa, pelajar, dan warga eks Timtim yang tinggal di Yogyakarta menyatakan menolak eksekusi yang, menurut mereka, dipaksakan. Mereka juga menggelar upacara memperingati hari integrasi Timtim dengan Indonesia yang ke-28. Parlemen Nasional Timor Leste secara resmi telah mengirimkan surat kepada Mahkamah Agung RI yang isinya antara lain menegaskan bahwa mantan Gubernur Timor Timur Abilio Soares tidak bersalah. Surat yang ditandatangani 25 anggota parlemen termasuk dari Fretilin itu menegaskan bahwa pada saat terjadi kerusuhan pascajajak pendapat pada 1999, Abilio sama sekali tidak punya kekuasaan untuk mencegah, karena yang memiliki kekuasaan kala itu adalah TNI dan Polri. Ayu Cipta, Jem's de Fortuna, Agricelly, Syaiful Amin