Akibat kontak seksual antar sesama mahasiswa STPDN saja, katanya, ada mahasiswi aborsi dan meninggal dunia. Untuk kasus narkotika, selain "penikmat" barang haram, itu juga, katanya, "saya dengar, ada yang menjadi pengedar". Sementara, kekerasan yang mengakibatkan tewas oleh senior terhadap yunior, kata Inu, mencapai tiga orang. Selebihnya, "ada yang meninggal karena aborsi atau jatuh dari barak". Inu pun sudah menyatakan telah terjadi sesuatu yang tidak benar di STPDN, tapu para pimpinan dan ketua STPDN selalu membantah. "Akhirnya, saya pernah disuruh membuat surat pernyataan, tidak melaporkan kasus apa pun," kata dosen yang juga alumni APDN angkatan 1976 itu. Bahkan, akibat dituding menyebarkan rekaman kekerasan di sebuah stasiun televisi swasta, Inu mengaku, berada dalam keadaan tertekan.
Menanggapi dokumen yang diterimanya, AM Fatwa mengatakan, segera melaporkan kepada rapat pimpinan DPR. Selain itu, kasus STPDN pun akan disampaikan ke komisi II (hukum), komisi VI (pendidikan), Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Dalam Negeri. Da, atas permintaan perlindungan yang disampaikan Inu, kata Fatwa, DPR akan menyampaikan kepada polisi, adanya ancaman pembunuhan dan minta polisi segera memberikan perlindungan.
Menurut Fatwa, seharusnya pemerintah —melalui Mendagri, Hari Sabarno, langsung mencopot Sutrisno dari jabatan ketua STPDN. "Tidak hanya sebatas rencana dan akan digantikan dengan caretaker," katanya. Karena, tambahnya, jika tidak segera diganti, bisa terjadi penghilangan jejak. Selain itu, tambahnya, untuk menyelesaikan kasus secara menyeluruh, perkuliahan di STPDN pun harus dihentikan sementara waktu. Sehingga, pemerintah pun bisa meninjau secara total, termasuk rencana merger dengan IIP (Institut Ilmu Pemerintahan).
Yandhrie Arvian - Tempo News Room