TEMPO Interaktif, Jakarta: Koalisi Organisasi non-Pemerintah untuk Perjuangan Bulukumba mengutuk tindakan brutal aparat terhadap para petani di Bulakumba, Sulawesi Selatan, pada 21 Juli 2003. Protes disampaikan oleh koalisi yang terdiri dari LSM seperti Walhi (Wahana Lingkungan Hidup), YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), FSPI (Federasi Serikat Petani Indonesia) dan PAN (Pesticide Action Network) Biotik, Jumat (25/7) di Jakarta.
Menurut keterangan Koalisi di depan wartawan, akibat tindakan aparat sewenang-wenang, yakni dengan melakukan penyerbuan dan penembakan. Lima orang petani kena tembakan, yaitu Timoro, Ansu, Sembang, Siing, Zaing. Bentrok juga mengakibatkan empat orang petani meninggal dunia. Tapi hasil penelusuran Tempo News Room di lapangan hanya menemukan satu petani tewas. Jumlah korban sampai sekarang masih simpang siur.
Koalisi menambahkan, sampai saat ini di lokasi masih terjadi pemblokiran serta intimidasi. Hentikan penyisiran, intimidasi dan pengejaran, kata Aryadi dari PAN Biotik saat konperensi pers di kantor WALHI.
Koalisi LSM juga meminta agar pasukan yang ada di Bulukumba segera ditarik dan diganti dengan tim independen. Supaya tidak jatuh korban lebih banyak, sekarang hitungan per detik adalah nyawa, tambah Aryadi.
Aparat menembak para petani Bulukumba ketika hendak menuntut hak tanah adat mereka yang sudah direbut oleh PT London Sumatra sejak tahun 1980. Pada saat kejadian, massa petani yang berjumlah sekitar 1.500 orang menduduki kebun karet milik PT London Sumatra di desa Bonto Mangiring. Tiba-tiba anggota Polres dengan dukungan Brimob melakukan penembakan. Menurut Koalisi LSM, 20 orang ditahan dan 20 lainya dirawat di rumah sakit.
Aksi penembakan oleh aparat memicu kemarahan para petani. Petani lalu melawan dan menebang pohon-pohon karet milik PT London Sumatra. Keesokan harinya, aparat langsung memblokade lokasi kejadian.
Priandono Kusumo -- Tempo News Room