TEMPO Interaktif, Jakarta:Kendati tim seleksi calon anggota Komite Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) belum terbentuk, namun sejumlah kalangan meminta agar presiden tidak menolak calon yang akan diajukan oleh tim ini. Presiden tidak boleh mengembalikan nama yang diajukan, kata Teten Masduki, Ketua Indonesia Corruption Watch (ICW) saat diskusi dengan sejumlah organisasi non pemerintah mengenai mengenai KPTPK di Jakarta, Rabu (23/7) malam.
Hal ini, kata Teten, menunjukkan Independensi tim akan melakukan seleksi. Di samping itu, untuk menjaga kemungkinan berlarutnya proses pemilihan. Sebab, setelah nama calon dikantungi, maka harus di ajukan ke DPR untuk diuji kelayakannya. Tim seleksi sendiri hendaknya tidak mengajukan terlalu banyak calon agar proses pemilihan berlangsung cepat.
KPTPK merupakan badan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Menurut ketentuan perundangan ini, KPTPK yang akan menangani kasus korupsi di atas Rp 1 miliar dan kasus yang diangap tidak serius dituntaskan oleh kejaksaan ini harus mulai melaksanakan tugasnya selambat-lambatnya satu tahun setelah UU No 30 tadi disahkan. UU ini sendiri disahkan pada 27 Desember lalu. Dengan demikian, masih tersisa waktu sekitar lima bulan.
Masalah lain yang patut mendapat perhatian adalah tentang calon yang diajukan. Praktisi hukum Bambang Widjayanto yang juga hadir dalam diskusi tersebut mengusulkan agar calon yang diajukan mendapat rekomendasi dari institusi atau lembaga yang terkait dengan pemberantasan korupsi. Selain itu, calon yang diajukan hendaknya bersedia mengumumkan asal-usul kekayaan dan bersedia di audit oleh tim.(Adek-TNR)