"Kita harus menegakkan kedaulatan dan sistem hukum yang berlaku di negeri kita sendiri," kata Menteri saat melepas peserta program Bina Taqwa SMU Lab School di Tanjung Priok, Jakarta, Senin (7/7). Menurutnya, langkah diplomatik yang akan diambil Indonesia tidak akan terlalu berlebihan ataupun kurang tegas. "Ada langkah-langkah diplomatik yang tepat, tidak kurang dan tidak lebih."
Langkah diplomatik tersebut, katanya, akan diambil secara resmi oleh pemerintah melalui dirinya selaku Menteri Kooordinator Bidang Politik dan Keamanan atau menteri lainnya. "Setelah dilaporkan kepada pemerintah dan saya akan mengambil sikap secara resmi nanti, baik melalui Menteri Luar Negeri ataupun bila perlu pada tingkat presiden," katanya meyakinkan.
Kamis pekan lalu, lima jet tempur F-18 milik Angkatan Laut AS melakukan manuver di atas Pulau Bawean, Jawa Timur. Manuver itu sempat mengganggu penerbangan pesawat penumpang. Selain itu, saat hendak diidentifikasi oleh F-16 TNI, lima jet tempur AS itu justru bersiap meluncurkan misil dengan melakukan lock on (penguncian) ke arah F-16 TNI.
Lima jet tempur itu bagian dari armada AS yang sedang melintasi Laut Jawa menuju ke arah timur Indonesia. Armada AS itu terdiri dari kapal induk, dua kapal fregat, dan satu tanker. Pihak AS mengaku telah minta izin melintas kepada Indonesai, namun Komando Pertahanan Udara Nasional TNI (Kohanudnas) belum mendapatkan pemberitahuan atau izin dari armada tersebut.
Susilo mengatakan telah mendapatkan laporan dari Kepala Staf TNI Angkatan Laut mengenai pelanggaran yang terjadi saat itu. "Tetapi kalau belum lengkap investigasi dari Kohanudnas, tidak tepat kalau pemerintah terlalu cepat mengatakan telah terjadi pelanggaran," dia menjelaskan.
Pakar hukum laut internasional, Hasjim Djalal, kepada Tempo News Room mengatakan, karena Indonesia belum menentukan alur laut kepulauan Indonesia dari timur ke barat, kapal-kapal asing yang melalui perairan Indonesia dari arah timur ke barat berhak menentukan sendiri jalur pelayaran mereka. "Hal itu sesuai dengan Pasal 53 ayat 12 Konvensi Hukum Laut internasional Unclos-82," ujar Hasjim. Hal ini merupakan konsekuensi atas klaim Indonesia terhadap wilayah laut dalam yang menghubungkan antarpulau di Indonesia. Unclos-82 telah diratifikasi oleh Indonesia.
Jika menginginkan kapal asing melintas di jalur yang dikehendaki, menurut Hasjim, Indonesia harus secepatnya menentukan alur laut kepulauan Indonesia timur-barat. Hasjim pernah terlibat berbagai perundingan untuk memperjuangkan klaim wilayah perairan Indonesia yang utuh agar wilayah Indonesia tidak terpecah-pecah.
Mengenai manuver pesawat F-18 Hornet, Hasjim mengungkapkan, sesuai dengan Unclos-82, bila memang manuver itu adalah manuver yang dilakukan sesuai prosedur kebiasaan (normal/usual mode), maka hal itu diperbolehkan. Kepala Staf Kohanudnas Marsekal Pertama I.B. Sanubari, Jumat pekan lalu, juga mengatakan manuver yang dilakukan F-18 AS kemungkinan prosedur pengamanan konvoi armada laut AS itu.
Hasjim menilai peristiwa Kamis pekan lalu itu merupakan kesalahan Indonesia, sebab sudah lama Indonesia tidak menentukan alur laut kepulauan Indonesia timur-barat. Apalagi, setelah Unclos-82 dituangkan dalam Peraturan Pemerintah 37, ternyata ada klausul yang hilang dan itu justru merugikan Indonesia sendiri. Klausul yang hilang itu adalah rekomendasi agar kapal asing yang melintasi perairan udara Indonesia memberitahu kepada Panglima TNI. (Indra Darmawan-Tempo News Room)