Dalam pemungutan suara, 117 anggota DPR menyatakan setuju penggunaan hak interpelasi dilanjutkan, 105 orang menolak, dan satu orang abstain. Anggota Dewan yang menandatangani daftar hadir 257 orang dari 497 orang anggota DPR yang ada. Pengambilan keputusan mencapai kuorum setelah dihadiri 223 orang.
Sebelumnya, lima fraksi dalam pandangannya menyatakan menolak penggunaan hak interpelasi. Kelima fraksi itu adalah Fraksi PDIP, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, TNI/Polri, dan Kesatuan Kebangsaan Indonesia. Empat fraksi lainnya mendukung penggunaan hak interpelasi, yakni Fraksi Kebangkitan Bangsa, Reformasi, Partai Bulan Bintang, dan Persatuan Daulatul Umat.
Anggota Fraksi PDIP Amris Hasan mengatakan, pihaknya menolak interpelasi tanpa alasan politis. "Tidak ada yang bisa diperbuat lagi atas hilangnya pulau itu," ujar Wakil Ketua Komisi Pertahanan ini di sela rapat paripurna. Menurut dia, pemerintah tidak akan bisa berbuat apa-apa lagi mengingat lepasnya pulau itu sudah diputuskan oleh Mahkamah Internasional. Ia menilai usulan ini sangat berbau politis dan fraksinya tidak akan terlibat untuk meninjau kembali keputusan Mahkamah Internasional itu. "Kayak nggak ada kerjaan lain saja."
Meski fraksi yang setuju hak interpelasi ini lebih sedikit, mereka bisa menang melalui mekanisme pemungutan suara. Beberapa anggota fraksi yang tidak setuju, seperti dari Partai Golkar, ternyata turut berdiri ketika pemimpin rapat mengajukan pertanyaan "Apakah hak interpelasi setuju dilanjutkan?".
Disepakatinya hak interpelasi ini membuat beberapa pengusul tersenyum gembira. Djoko Susilo dari Fraksi Reformasi, Effendy Choirie dari Fraksi Kebangkitan Bangsa dan Happy Bone Zulkarnaen dari Fraksi Partai Golkar langsung mengadakan jumpa pers di ruang Komisi Pertahanan. "Dengan hasil keputusan ini, sah sudah usaha kami sekian bulan ini untuk interpelasi dan mengundang Presiden untuk hadir di depan DPR," kata Effendy. Pemanggilan Presiden ini merupakan yang pertama kali dalam pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
Djoko Susilo mengatakan, pemanggilan Presiden ini tidak terkait dengan kepentingan politik. Djoko menjelaskan, munculnya interpelasi ini adalah keprihatinan atas kekalahan telak Indonesia 16 lawan satu dalam Mahkamah Internaional di Den Haag, Belanda. Dalam mengurus perbatasan, Djoko menilai, pemerintah tidak mempunyai kebijakan nasional yang mendasar. "Antara departemen tidak ada koneksitasnya." (Yandi MR/Tempo News Room)