Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dewi Sukarno: Perdamaian Buat Apa? Saya Mau Tanah Itu Kembali!

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Wawancara TNR dengan Dewi Sukarno mengenai sengketa tanahnyad seluas 5,1 hektar. Janda mantan Presiden Soekarno, Ratnasari Dewi Sukarno, 62 tahun, kembali menggelar perkara. Setelah menggugat majalah Indonesia Wacth On, ia kini menuntut tanahnya di Jalan Sudirman Kav 52-53, Jakarta agar dikembalikan kepadanya beserta ganti rugi. Tidak tangung-tangung ada 11 lembaga dan orang yang digugatnya diantaranya Pemerintah Indonesia dan perusahaan milik Tomy Winata, PT. Bank Arta Graha. Kasus dimulai ketika pengarang buku Allow Me to Say a Few Things ini ingin mendirikan rumah sakit bagi warga Jakarta yang mulai membengkak. Kemudian ia bersama Presiden Soekarno, Menteri Kesehatan Sjarif Thajeb dan lainnya mendirikan Yayasan Sari Asih. Yayasan ini yang akan membangun rumah sakit tersebut. Namun, ketika terjadi pergolakan politik dari Soekarno ke Soeharto, ia mengasingkan diri ke Paris dan menyerahkan pembangunan itu kepada Sjarif Thajeb. Namun ternyata tanah seluas 53.106 meter persegi tersebut belakangan beralih tangan. Rumah sakit itu pun kini tinggal rencana belaka, tidak ada bangunan di lahan strategis tersebut. Setelah sekian lama, akhirnya muncul tuntutan untuk mengugat pihak yang telah menguasai lahan tersebut. Karena saat jaman Orde Baru menurutnya Soeharto sangat berkuasa. Barulah sekarang ia berani menggugat kembali lahan tersebut dan mengharapkan keadilan akan terjadi di negeri ini. Kehebohan serupa akibat buku Madame de Syuga pun bisa terjadi. Wanita keturunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto dengan bahasa Indonesia sesekali berbahasa Inggris ini pun menjelaskan duduk perkara lahan strategis tersebut kepada Edy Can dari Tempo News Room melalui saluran telepon internasional, Jumat (18/4). Berikut petikannya: T: Bagaimana sejarah tanah tersebut? J : Pada tahun 1965 saya mendapat ijin dari Yayasan Sari Asih untuk membangun Emergency Hospital. Karena saat itu populasi Jakarta sudah mencapai 4 juta orang. Tentunya sekarang lebih banyak. Saat itu tidak ada Emergency Hospital. Sehingga bersama dengan Bapak (Soekarno-Red), Menteri Kesehatan Sjarief Thajeb, David Tjian mendirikan yayasan. Kami membentuk yayasan dan membeli tanah di depan Polda Metro Jaya saat itu. Kami mendapat tanah seluas 5,5 hektar. Seperti yang anda ketahui pada jaman Soeharto dan tentunya saya mendapat kesulitan saat itu. Sehingga saya tidak bisa menyentuh tanah tersebut pada jaman Soeharto. Secara diam-diam dan cepat saya mengetahui Tomy Winata membuat sertifikat palsu atas tanah kosong itu. Di mana di tanah kosong itu ada sekitar 60 pedagang kaki lima seperti penjual rokok, bakmi dan Tomy membeli tanah tersebut dari mereka. Dia membuat sertifikat yang palsu di badan agraria. T: Pernahkah anda menghubungi Sjarif Thajeb untuk mengetahui perkembangan tanah tersebut? J: Ketika itu Soeharto sangat berkuasa sehingga Syarif Thajeb takut untuk mengurusi tanah tersebut. Sehingga ia meminta Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh untuk membangun rumah sakit itu. T: Kenapa orang takut waktu itu menerima telepon dari anda? J: Karena waktu itu orang berhubungan dengan Sukarno bisa ditangkap dan dibunuh. T: Setelah itu? J: Setelah itu saya berada di luar negeri bersama Karina (putrinya-red). Soekarno saat itu sedang menjalani tahanan rumah. Saya berada di pengasingan bersama putriku di Paris. Saya tidak bisa pulang selama 10 tahun. Sehingga dalam 10 tahun itu, Sjarif Thajeb menyerahkan kepada Gereja Masehi Advent untuk meneruskan pembangunan rumah sakit itu. Tapi mereka tidak bisa membangunnya malah menjualnya. Sehingga saat itu setelah 1966, Tomy Winata menipu Badan Agraria. Kemudian sebagai Ketua Kehormatan Lembaga Persahabatan Indonesia Djepang (LPID) saya meminjamkan tanah itu. Ketuanya saat itu Husein Kartasasmita. Ginandjar Kartasasmita dan Indra Kartasasmita adalah direkturnya. Saya kemudian memberikan tanah itu kepada Indra Kartasasmita untuk menjaga tanah itu. Tetapi dia tidak memberikan laporan sama sekali. Lalu, dia menjual tanah tersebut tanpa seijin saya kepada Tomy Winata Saya tahu dia terima uang yang banyak sekali dari Tomy Winata. Tapi mereka bohong kepada saya tidak menerima uang tersebut. Lalu Tomy memberikan tanah yang lain dan LPID pindah ke sana secara diam-diam. Indra bilang kepada saya mereka menerima tanah lain dari Tomy. Tapi mereka tidak melapor kalau menerima uang dari Tomy. Itu tidak mendapat ijin dari saya. Saya pinjamkan kepada LPID untuk membangun sekolah. Yang paling jelek lagi Tomy membuat sertifikat palsu. Tentunya juga ini terkait badan agraria. Tahun Oktober 1966 saya telah melakukan peletakkan batu pertama untuk membangun rumah sakit. Setelah membuat sertifikat palsu tersebut, tanah itu dijual ke pemerintah. Pemerintah Indonesia membayar ke Tomy sebesar US$ 600 juta. Sekarang pun paling banyak US$ 100 juta sekitar 5.5 hektar. Saya kira jika Departemen Keuangan membayar ini sebesar itu harus dengan persetujuan Soeharto, badan agraria dan orang-orang yang berhubungan dengan masalah itu. Tentu itu, uang itu dibagi-bagi. Yang lucu sekali, tanah yang telah dibeli pemerintah itu kembali sertifikatnya menjadi milik Tomy Winata. Atas nama perusahaannya. Kami minta agar tidak ada lagi pembangunan di tanah tersebut sampai kasus ini selesai. T: Selama 10 tahun tinggal di Jakarta, anda tidak mengurus tanah tersebut? J: Waktu itu Soeharto sangat berkuasa, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Saya pernah melihat kesana beberapa kali tapi tidak ada bangunan apa-apa. Waktu itu tanahnya masih kosong. Saya pikir lebih baik saat itu untuk tidak bersuara karena pemerintah akan mengambil tanah tersebut. Kemudian tahun 1990 saya pindah ke New York karena anak saya sudah selesai kuliah. T: Seandainya anda memenangkan perkara ini, apa yang akan anda lakukan? J: Saya akan membuat memorial Sukarno, perpustakan sekolah, atau gedung pertemuan. Kalau bisa juga akan meneruskan Rumah Sakit Sari Asih. Saya juga sudah pernah minta bantuan Megawati dan Guruh tapi mereka tidak membantu saya. Karena mereka mendapat bantuan dari Tomy Winata. T: Kapan itu? J: Kira-kira dua tahun yang lalu. T: Apa jawaban mereka? J: Tidak ada jawaban apa-apa. Saya tulis surat kepada dia tapi tidak dibalas. Saya berbicara beberapa kali dengan Guruh tapi tidak ada perkembangan. Saya kira mereka mendapat sumbangan dari Tomy Winata. Jadi susah ini. T: Kenapa anda sekarang berani mengajukan perkara ini? J: Ketika Megawati jadi presiden saya pikir bisa dapat keadilan soal tanah ini. Soeharto tidak puya kekuasaan lagi. Saya sudah lama menunggu. T: Tapi saat ini Tomy juga cukup kuat? J: Ya tentu dia cukup kuat. Saya dengar orang-orang veteran dan militer berada dibelakang Tomy. T: Mungkin ada pertimbangan lain karena Megawati juga tidak menghiraukan anda? J: Kalau Indonesia begitu. What kind of country like that? Jika Indonesia tidak punya hukum bagaimana ini? Kalau hanya kekuasaan, tidak boleh ini terjadi di suatu negeri. Mengapa suatu negara tidak hormat pada hukum? Mengapa hanya kekuasaan? Tidak boleh begitu! T: Apakah anda yakin menang perkara ini? J: Wah, mudah-mudahan di Indonesia keadilan tetap ada. Jangan cuman kekuasaan yang mengatur semua. Kalau begitu Indonesia punya banana government. Pemerintahan pisang. Satu negeri harus ada hukum, harus ada undang-undang dan keadilan. Dimana demokrasinya di Indonesia. Bagaimana manusia bisa hidup tanpa undang-undang? Tidak boleh kan? T: Apakah ada upaya damai ? J: Saya belum tahu. Ini urusan pengacara saya. T: Anda sendiri? J: Perdamaian buat apa? Saya mau tanah itu kembali!. Saya mau membangun Sukarno Hall. (Edy Can-Tempo News Room)
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

1 detik lalu

Paiya Mountain, Cina (dpxq.gov.cn)
Demi Konten, Turis di Cina Mempertaruhkan Nyawanya Bergelantungan di Tebing

Warganet menyayangkan sikap turis di Cina tersebut karena tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga pihak lain.


Polisi Beberkan Modus dan Bukti Pemalsuan BBM di 4 SPBU Tangerang, Jakarta, dan Depok

10 menit lalu

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Nunung Syaifuddin (kanan), memberikan keterangan tentang pemalsuan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite menjadi Pertamax di empat SPBU, di Gedung Bareskrim, Jalan Trunojoyo No. 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Ihsan Reliubun
Polisi Beberkan Modus dan Bukti Pemalsuan BBM di 4 SPBU Tangerang, Jakarta, dan Depok

Bareskrim Polri mengungkap modus dalam kasus pemalsuan bahan bakar minyak atau BBM Pertamax yang libatkan empat tangki pendam di 4 SPBU.


Kiai Abal-Abal Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Santri di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara

15 menit lalu

Muh Anwar alias Bayu Aji Anwari. Facebook
Kiai Abal-Abal Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Santri di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara

Bayu Aji Anwari, pimpinan Yayasan Islam Nuril Anwar Kota Semarang dituntut 15 tahun penjara. Didakwa melakukan kekerasan seksual terhadap 6 santri.


Waspada Demam Berdarah Menjelang Libur Hari Raya Idul Fitri

21 menit lalu

Ilustrasi demam berdarah dengue atau DBD. Pexels/Tima Miroscheniko
Waspada Demam Berdarah Menjelang Libur Hari Raya Idul Fitri

Seorang individu tidak hanya berisiko terkena demam berdarah dengue (DBD), tetapi juga berpotensi menyebarkan virus dengue apabila telah terinfeksi.


Setelah Jadi Tersangka 3 Kasus Korupsi, Bupati Kepulauan Meranti Kini Jadi Tersangka Gratifikasi dan TPPU Puluhan Miliar Rupiah

28 menit lalu

Tersangka Bupati Kepulauan Meranti (nonaktif), Muhammad Adil, menjalani pemeriksaan lanjutan, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 27 Juni 2023. Muhammad Adil diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 s/d 2023, serta tindak pidana korupsi penerimaan fee jasa travel umrah dan dugaan korupsi pemberian suap pengkondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti. TEMPO/Imam Sukamto
Setelah Jadi Tersangka 3 Kasus Korupsi, Bupati Kepulauan Meranti Kini Jadi Tersangka Gratifikasi dan TPPU Puluhan Miliar Rupiah

KPK kembali menetapkan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka gratifikasi dan pencucian uang.


KPK Dalami Temuan Catatan Proyek Kementan dari Rumah Pengusaha Pakaian Dalam Hanan Supangkat

34 menit lalu

Ilustrasi KPK. TEMPO/Imam Sukamto
KPK Dalami Temuan Catatan Proyek Kementan dari Rumah Pengusaha Pakaian Dalam Hanan Supangkat

KPK menemukan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan proyek-proyek di Kementerian Pertanian saat menggeledah kediaman CEO PT Mulia Knitting Factory Hanan Supangkat.


194 Tahun Lalu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ini Kilas Peristiwanya

38 menit lalu

Pangeran Diponegoro. ikpni.or.id
194 Tahun Lalu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ini Kilas Peristiwanya

Pangeran Diponegoro ketika itu bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya yang tersisa dibebaskan.


KPK Setor Rp 5,7 Miliar ke Kas Negara, Uang Pengganti dari Bekas Bupati Buru Selatan

41 menit lalu

Mantan Bupati Buru Selatan, Tagop Sudarsono Soulisa mengenakan rompi tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 26 Januari 2022. KPK menduga Tagop menerima fee Rp10 miliar dalam kasus tersebut. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
KPK Setor Rp 5,7 Miliar ke Kas Negara, Uang Pengganti dari Bekas Bupati Buru Selatan

Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa dihukum enam tahun penjara karena terbukti menerima suap dan gratifikasi.


Korupsi BTS 4G, Dirut PT Sansaine Exindo Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

51 menit lalu

Dua terpidana kasus korupsi Proyek Strategis BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika, Galumbang Menak (kiri) dan Eks Menteri Kominfo Johnny G Plate (kanan) memenuhi panggilan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung untuk menjadi saksi mahkota untuk terdakwa Windi Purnama dan Yusrizki Muliawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 15 Januari 2024. TEMPO/Yuni Rahmawati
Korupsi BTS 4G, Dirut PT Sansaine Exindo Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Terdakwa korupsi BTS Jemy Sutjiawan disebut memberikan komitmen fee sebesar USD 2,5 juta untuk pekerjaan paket 1 dan 2 BTS 4G Tahun 2021.


KPK: Ahmad Sahroni Telah Tambah Pengembalian Dana dari SYL Rp 40 Juta

57 menit lalu

Anggota DPR RI juga Bendahara Partai Nasdem, Ahmad Sahroni, seusai memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai saksi, di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 22 Maret 2024. Ahmad Sahroni, mengakui Partai Nasdem menerima aliran uang sebanyak Rp.800 juta dan 40 juta dari mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, kembali dijerat sebagai tersangka dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang, terkait pengembangan perkara penyalahgunaan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan dalam pengadaan barang dan jasa serta penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian RI. TEMPO/Imam Sukamto
KPK: Ahmad Sahroni Telah Tambah Pengembalian Dana dari SYL Rp 40 Juta

Tim penyidik KPK sebelumnya meminta dana bekas transfer dari Syahrul Yasin Limpo itu segera dikembalikan Ahmad Sahroni, genapi dana Rp 860 juta.