Pernyataan Din itu disampaikannya kepada wartawan yang mencegatnya ketika ia hendak menjenguk HM Soeharto yang terbaring sakit di ruang 604 Lt. 6 Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta Selatan, Minggu (23/12) petang. Din datang bersama istri dan tiga anak lelakinya melalui pintu belakang RSPP sekitar pukul 18.05 Wib.
Ia menilai pemberian abolisi tepat, karena secara keagamaan dan kemanusiaan sebagai hal yang baik. Islam sendiri, kata Din, mempunyai ajaran yang kuat untuk saling memaafkan. "Apalagi ini dalam suasana Idul Fitri," kata Din yang petang itu mengenakan stelan batik hijau dan celana hitam. Bahkan upaya rekonsiliasi itu, kata Din, tidak saja terpaku pada kasus-kasus Soeharto. Kasus-kasus jauh sebelum itu (kasus KKN Soeharto, red) ada baiknya diupayakan untuk islah.
Tidak takut dicap kroni Orde Baru? Din tegas menjwab, ia tidak pernah peduli dengan sebutan itu sejak dahulu. Dukungan pemberian abolisi itu, kata Din, merupakan pendapatnya pribadi. PP Muhammadiyah, katanya, belum mengeluarkan statemen untuk menanggapi hal itu.
Besok atau lusa, kata Din, Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafi'i Ma'arif juga akan datang ke RSPP untuk menjenguk Soeharto. Ia mengaku tidak mengetahui dan menguasai status pemberian abolisi dari segi hukum. "Saya bukan ahli hukum, sehingga saya tidak mengetahui bagaimana menurutnya. Memang hukum tidak pandang bulu, namun dalam kasus itu, dilihat dari segi agama dan kemanusiaan, abolisi sebagai sesutu yang tepat," kata Din.
Memaafkan, kata Din menegaskan berkali-kali, merupakan hal yang dianjurkan oleh Islam. Sedangkan pertimbangan segi kemanusiaan, menurutnya wajar karena Soeharto kini sedang sakit.
Ia mengaku datang ke RSPP atas inisiatifnya sendiri, selain atas permintaan PP Muhammadiyah untuk mengawali menjenguk Soeharto yang sakit sejak Senin (17,12) malam akibat serangan pneumonia (radang paru-paru). Para petinggi PP Muhammadiyah, katanya, akan menyusul kemudian.
"Saya pikir di sini tidak ada orang," kata Din tersenyum sambil memasuki kortidor RSPP menuju lift. Din tidak melalui pintu belakang, karena tahu di bagian depan RSPP banyak wartawan yang menunggu siapa saja para petinggi yang menjenguk Sohearto. Din sempat bingung pintu lift mana yang harus dimasuki menuju kamar Soeharto dirawat. (Bagja Hidayat)