Kepergian suami Presiden bersama beberapa menteri itu, seperti yang pernah didengar melalui rumor belakangan ini, adalah untuk membicarakan mengenai negosiasi pembelian LNG, yang akhirnya berbuntut pada investasi dari negara Cina di Indonesia. "Kalau dia (Taufik Kiemas-red) ke sana untuk negosiasi pembelian LNG seperti yang saya dengar, investasi. Itu kan malah menguntungkan dan tidak perlu dipersoalkan,” tandasnya. Namun, dia mengakui bahwa hingga saat ini alasan dan kapasitas Taufik ke Cina itu belum sangat jelas. Karena sesungguhnya, bila kepergiannya itu untuk membicarakan maaalah investasi, seharusnya diserahkan kepada pejabat negara seperti Wapres atau Menteri Koordinator.
Rancunya kapasitas Taufik akibat terlampau banyaknya posisi yang dipegang oleh suami Presiden itu, memang perlu dipikirkan pemecahannya. Menurut Aritonang, perlu dipikirkan untuk membuat suatu aturan yang mendetail dalam UU Protokoler, khususnya mengenai posisi dan kedudukan suami atau istri pejabat negara. Sehingga posisi dan kedudukan keluarga pejabat negara menjadi lebih jelas dan tidak terjadi kerancuan seperti yang marak terjadi belakangan in
Tapi bila memang kepergian Taufik ke Cina adalah hanya sekedar pelesir atau berlibur saja, kata Aritonang, sangat tidak konsekuen dengan perkataan dan imbauan Presiden beberapa hari yang lalu untuk mencanangkan hidup sederhana. “Yang harus kita perdebatkan, kalau dia pergi untuk pelesir. Itu kita tidak setuju. Kalau itu, harus kita cegah. Kalau Presiden memberikan imbauan itu, harus dimulai dari dirinya sendiri, kemudian keluarganya, dan orang-orang sekitarnya,” imbaunya. (Juke Illafi K-Tempo News Room)