Wahid, kata Adhie, berpendirian bahwa pada hakekatnya demokrasi untuk mencapai kekuasaan adalah demokrasi yang mempunyai tiga landasan, yaitu politik, hukum, dan moral. Sidang Istimewa MPR hanya mempunyai satu landasan yaitu politik. Sedangkan posisinya sebagai presiden, menurutnya berdasarkan dua landasan, yaitu hukum dan moral.
Kini, kata Adhie, Wahid akan terus memperjuangkan visinya untuk menyatukan ketiga hal tersebut dengan caranya sendiri. Yaitu melalui dialog, komunikasi langsung dengan publik, kelompok-kelompok masyarakat, dan lain-lain. Disampaikan Adhie, sikap ini diambil bukan semata-mata demi mempertahankan kekuasaan, tetapi lebih karena hukum dan moral. “Faktanya, sebagai presiden pun kekuasaan beliau sangat terbatas,” kata Adhie.
Wahid, menurut Adhie, juga sangat memegang sumpah jabatannya yang lebih kurang berbunyi, “Demi Allah, saya bersumpah sebagai presiden akan mempertahankan UUD…,” jelas dia. Sebagai kiai, sumpah itu sangat berarti, dan sikap mempertahankan UUD akan terus dipertahankannya.
Gus Dur berkesimpulan bangsa Indonesia belum cukup belajar dalam masalah hukum dan moralitas. Ia mencontohkan, seperti yang dikutip Adhie, kasus PDI di mana Megawati digulingkan dari jabatan ketua umum melalui kongres yang secara politik dan hukum terjadi tetapi secara moral cacat. Kejadian tersebut dianggap terlalu kecil bagi bangsa Indonesia. Sehingga memerlukan pelajaran yang lebih besar lagi hingga terjadinya SI seperti saat ini. “Mudah-mudahan ini pelajaran terakhir bagi bangsa Indonesia dalam memasuki era demokrasi yang benar berdasarkan hukum dan moral,” kata Adhie mengutip Wahid.
Situasi ini juga dianggap Wahid sebagai proses pembelajaran demokrasi yang sudah diperjuangkannya sejak puluhan tahun. Secara esensial, bangsa Indonesia sudah mulai memahami demokrasi di hari-hari belakangan ini. Rakyat sudah bebas dari rasa takut, bebas dari rasa ewuh pakewuh dalam menyampaikan pendapat, berorganisasi, dan lain-lain. Melihat hal ini Wahid merasa sangat puas. Tetapi kembali masih banyak yang harus diperjuangkan dalam proses demokrasi.
Adhie menyampaikan pernyataan Wahid ini dengan hati-hati. Berulangkali ia terlihat berpikir lama untuk memilih kata yang akan disampaikan. Bahkan, di awal pembicaraannya, Adhie yang mengenakan batik coklat tersebut sempat mengucapkan “Bismillah” dengan sangat menjiwai. Tanpa disadarinya, mikrofon di ruang konferensi pers sudah “on”. (Dian Novita)