Tindakan tersebut, menurut Mahfud, diperlukan lantaran dunia peradilan di Indonesia sudah sangat kotor. Amputasi akan dilakukan dengan cara memensiundinikan para hakim yang usianya sudah di atas 40 tahunan dengan tetap berdasarkan ketentuan yang berlaku. "Penegakan hukum kan harus berdasarkan hukum. Untuk mempensiunkan orang juga kan ada aturannya. Jadi saya masih sangat pesimistis dengan cara ini," kata Mahfud. Perubahan revolusioner di departemen ini dinilai mutlak dilakukan.
Jika opsi amputasi tidak diterima, Mahfud akan mengajukan opsi lain yakni 'pemutihan'. Opsi ini harus dilakukan pada saat tertentu di mana seluruh jajaran di departemen ini menyatakan tekatnya untuk berhenti melakukan KKN. KKN yang terjadi sebelum pernyataan kebulatan tekad diputihkan. Selanjutnya para hakim memulai hidupnya dengan tekad, semangat, profesionalisme dan idealisme baru "Ini bukan berarti kita setuju dengan kejahatan tapi faktanya kita tidak bisa menyelesaikan itu karena alasan hukum dan politis," kilahnya.
Jika opsi ini disepakati untuk diberlakukan, langkah selanjutnya adalah memberlakukan azas pembuktian terbalik untuk mempercepat proses pengungkapan KKN. Untuk melaksanakannya harus ada Undang-Undang yang mendukungnya namun tidak akan jadi kendala. "UU itu asal kita ada kemauan dan kesungguhan sebulan juga jadi," tegasnya.
Mahfud mengaku konsep program ini muncul setelah dia melakukan konsultasi dengan beberapa rekannya. Konsultasi dan diskusi masih akan dilakukan setelah program dilaksankan.
Program ini, kata Mahfud, bukan hal baru karena menteri-menteri sebelumnya sudah mencanangkannya. Namun, kenapa sejak dulu tidak bisa dilakukan? Ini kan pasti ada sesuatu yang menyebabkannya, nah sesuatu itu sedang kita telusuri agar penanganan pas" ujarnya. (Rinny Srihartini)