Mustopo mengemukakan hal tersebut di depan Rapat Gabungan Komisi I dan II DPR pada acara Penjelasan Panglima TNI dan Gubernur Maluku Mengenai Peristiwa 14 Juni 2001. Hadir pada pertemuan tersebut antara lain Panglima TNI Widodo AS, Penguasa Darurat Sipil/Gubernur Maluku Saleh Latuconsina, Ketua DPRD Zeth Sahuburua dan Kapolda Maluku Edi Darnadi.
Menurut Mustopo, kebijakan aksi sweeping ditempuh karena selama dua minggu sejak awal Juni telah terjadi gangguan keamanan di beberapa kawasan di Ambon. Gangguan tersebut berupa teror pelemparan bom molotov, bom rakitan dan aksi para penembak gelap. Untuk itu pihaknya menganggap perlu melakukan sweeping ke tempat yang dianggap rawan pertikaian. ”Pada 12 sampai 14 Juni terjadi penembakan ke arah pasukan Bataliyon 408,” kata Gubernur Latuconsina yang memberikan tambahan.
Mustopo menjelaskan, pasukannya pada 14 Juni pagi melakukan aksi penyisiran dan mengepung sebuah rumah bertingkat tiga yang diduga tempat persembunyian para pengganggu keamanan. Ketika digeledah, diakuinya pada lantai I gedung tersebut ada seorang dokter dan sebuah ruang penyimpanan obat. Namun, ketika diselidiki lebih jauh, di lantai II ditemukan seperangkat pakaian militer, senjata revolver, senjata rakitan dan beberapa perlengkapan militer.
Pihaknya semakin yakin rumah tersebut merupakan tempat pengganggu keamanan ketika melihat seperangkat pemancar radio di lantai III. ”Tempat itu merupakan stasiun radio Perjuangan Suara Muslim Maluku yang setiap hari menyiarkan aksi provokasi,” katanya.
Pihanya meyakini gedung tersebut telah dijadikan sebagai tempat pelarian dan persembunyian pihak yang menembaki pasukannya dan mengganggu keamanan Maluku. Namun demikian pihaknya mengaku tidak menembaki dan merusak gedung tersebut. ”Tidak ada tembok yang tergores oleh peluru atau sangkur,” kata Mustopo. (Jhonny Sitorus)